BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
kehidupan manusia, cinta menanpakkan diri dalam berbagai bentuk, mulai dari
mencintai dirinya sendiri, istrinya, anaknya, hartanya, dan tuhannya.Bentuk
cinta ini melekat pada diri manusia, potensi dan frekuensinya berubah menurut
situasi dan kondisi yang mempengaruhinya.
Selain
cinta dalam kehidupan juga sebuah
penderitaan, dimana penderitaan itu merupakan siksa, rasanya tidak ada jalan lain
kecuali menyesali perbuatan –perbuatan yang tidak baik yang pernah
kita lakukan, perbuatan, dengan janji tidak akan menulangi lagi.
Tetapi
didalam adanya penderitaan juga ada sebuah keadilan
yang membantu mengatasi sebuah
penderitaan tersebut. Dimana
keadilan itu adalah sebuah pengakuan
dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan dalam
makalah ini adalah sebagai
berikut :
a.
Bagaimana
hubungan Manusia dan Cinta Kasih ?
b.
Bagaimana
hubungan Manusia dan Penderitaan?
c.
Apa Pengertian
Deskriminasi ?
d.
Bagaimana hubungan Manusia dan Keadilan?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun
tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk
mengetahui hubungan manusia, cinta kasih, penderitaandan keadilan.
b.
Untuk mengetahui pengertian deskriminasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manusia dan Cinta Kasih
1.
Pengertin
Manusia dan Cinta Kasih
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri ,
makhluk yang ingin mempunyai kekuasaan .[1]
Cinta
adalah sebuah ungkapan rasa kasih sayang
dan simpati kita kepada seseorang yang
didorong oleh suatu kehendak dan diwujudkan dalam bentuk tingkah laku
disertai rasa tanggung jawab dan
dipertimbangkan akal pikiran (rasional).[2]
Secara
sederhana cinta bisa dikatakan sebagai paduan rasa simpati antara dua makhluk.
Rasa simpati ini tidak hanya berkembang tidak hanya berkembang diantara pria
dan wanita, akan tetapi bisa juga antara pria dengan pria atau wanita
dengan wanita.
Cinta menurut
ajaran agama adalah sebuah kedambaan yang dirasakan oleh seseorang. Dimana
dalam agama telah memberikan tuntunan
tentang cinta yaitu bahwa cinta harus proporsional dan adil, dan
jangan pernah lupa diri karna cinta. Dan didalam al-quran
Allah telah memberikan kita cara kita untuk cinta kepada diri
sendiri, orang tua dan sesama manusia.[3]
Berbagai
bentuk cinta dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Cinta diri
Secara alamiah manusia mencintai
dirinya sendiri. Sebaliknya, manusia membenci segala sesuatu yang mengganggu
dirinya, mendatangkan penderitaan, rasa sakit, dan marabahaya lainnya. Cinta
diri erat hubungannya dengan menjaga diri. Cinta kepada diri sendiri perlu
diimbangi pula dengan cinta terhadap orang lain untuk berbuat baik. Inilah yang
dimaksud dengan cinta diri yang ideal.
b.
Cinta kepada
sesama manusia
Motivasi seseorang mencintai sesama
manusia, menurut presepsi sosiologis disebabkan karena manusia itu merupakan
makhluk sosial. Menurut presepsi agama, mencintai sesama manusia itu merupakan
kewajiban. Demikian pula adanya perbedaan warna kulit, ras, etnis, atau
perbedaan fisik manusia. Bahkan dalam agama, sesama manusia dianggap masih
saudara (saudara seiman). Dalam pepatah sering dikatakan “tak kenal maka tak
sayang”, makna kenal di sini dilanjutkan dengan saling menyayangi dan mencintai
antar sesama umat manusia.
c. Cinta kepada
Allah SWT
Puncak cinta manusia yang paling
bening, jernih dan spiritual ialah cinta dan kerinduannya kepada Allah. Tidak
hanya sholat, pujian dan doanya ditujukan kepada Allah, tetapi semua tindakan
dan tingkah lakunya ditujukan kepada Allah dengan mengharapkan penerimaan
ridla-Nya. Cinta seorang mukmin kepada Allah akan membuat seseorang menjadi
mencintai sesama manusia, hewan, semua makhluk Allah, dan seluruh alam semesta.
Hal ini terjadi karena semua yang wujud dipandang sebagai manifestasi Tuhannya.
d.
Cinta kepada
Rasul (Nabi Muhammad SAW)
Cinta kepada rasul merupakan
peringkat kedua setelah cinta kepada Allah SWT. Hal ini disebabkan karena rasul
bagi kaum muslimin merupakan contoh ideal yang sempurna baik dalam tingkah
laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya dan juga merupakan suri
teladan yang mengajarkan Al-Qur’an dan kebijaksanaan. Nabi Muhammad SAW telah
menanggung derita dan berjuang dengan penuh tantangan sampai tegaknya agama
Islam.
e.
Cinta kepada
orang tua
Cinta kepada ibu-bapak dalam ajaran agama Islam sangat mendasar, menentukan
ridla tidaknya Tuhan kepada manusia. Khusus mengenai cinta kepada orang tua
ini, Tuhan memperingatkan keras melalui ajaran akhlak mulia dan langsung dengan
tata kramanya.
2.
Hubungan
Cinta Kasih dengan Manusia
Cinta
sangat penting didalam kehidupan karna
belum sempurna jika hidup seseorang tidak perna merasakan yang namanya cinta.
Karna cinta itulah kehidupan ini ada .
Bukan hanya manusia, bahkan hewanpun berbuat sesuatu didorong dengan adanya
rasa cinta. Hanya bedanya, manusia melakukannya dengan akal dan dalam keadaan
sadar sedangkan hewan hanya berdasarka naluri saja.
Dalam
setiap diri manusia terdapat dua sumber kekuatan yang membuat manusia bergerak
melakukan sesuatu yaitu perasaan cinta yand digerakkan oleh akal budi (cinta
sejati), dan cinta yang digerakkan oleh
nafsu (cinta nafsu).
Dimana
cinta sejati adalah rasa cinta yang tulus yang tidak memerlukan atau menuntut
balasan. Sedangkan cinta nafsu adalah
karna ada udan dibalik batu.[4]
B.
Manusia dan Penderitaan
1.
Pengertian
Penderitaan
Penderitaan
berasal dari kata berita. Kata derita berasal dari bahasa sansakerta dhra
artinya menahan atau menanggung. Derita
artinya menanggung atau merasakan sesuatu
yang tidak menyenangkan.
Baik
didalam al-qura’n banyak surat dan ayat yang menguraikan tentang penderitaan yang dialami manusia yang
berisi peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Hal itu telah di
jelaskan dalam surat Al-Balad ayat 4
dinyatakan “manusia ialah makhluk yang hidupnya penuh perjuangan”.
Penderitaan
termasuk realitas dunia dan
manusia.Identitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat dan
juga ada yang ringan tergantung bagaimana cara manusia berjuang menghadapi
penderitaan tersebut.[5]
a.
Penderitaan
sebagai fenomena universal
Penderitaan sebagai fenomena
universal tidak mengenal ruang dan waktu, dapat terjadi pada kehidupan masa
lalu, kini, dan masa yang akan datang. Selain itu juga dapat menimpa siapapun.
b.
Penderitaan
sebagai anak penguasaan
Penderitaan yang terjadi tidak
jarang justru disebabkan oleh faktor manusia sendiri. Penderitaan manusia yang
satu tidak bisa dilepaskan dari ulah manusia lainnya. Ini semua sulit
terbantahkan, karena penderitaan itu pada dasarnya merupakan anak penguasaan. [6]
Berikut ini hal-hal yang berkaitan
dengan penderitaan:
o Siksaan
Berbagai bentuk siksaan antara lain, yaitu bisa berupa siksaan di dunia dan
siksaan setelah berada di alam baka. Adapun bentuk siksaan di dunia dapat
berupa bencana alam, siksaan hati, siksaan badan, penyakit, dan lain-lain.
o Rasa Sakit
Rasa sakit adalah rasa yang tidak enak bagi si penderita. Penderitaan yang
berupa rasa sakit dan siksaan merupakan satu rangkaian peristiwa yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Karena adanya siksaan dan rasa sakit membuat orang
menjadi menderita. Dalam pengalaman sehari-hari manusia dikenal adanya tiga
macam rasa sakit, yaitu sakit hati, syaraf atau jiwa, dan sakit fisik.
o Neraka
Jika manusia mengingat akan dosa maka terbayanglah neraka, sehingga terlintas
dalam alam pikiran manusia adanya siksaan, rasa sakit, dan penderitaan yang
hebat. Hal ini menandakan bahwa antara neraka, siksaan, rasa sakit, dan
penderitaan mempunyai hubungan sebab-akibat yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Manusia masuk neraka karena dosa, maka jika berbicara tentang dosa berarti
berkaitan juga dengan kesalahan.[7]
2. Hubungan Penderitaan dengan Manusia
Berbicara tentang penderitaan ternyata pendenderitaan disebabkan
oleh faktor internal dan eksternal. Dalam diri manusia ada cipta, karsa dan
rasa. Karsa adalah sumber yang menjadi penggerak segala aktifitas manusia.
Cipta adalah realisasi dari adanya karsa dan rasa.
Apabila karsa dan rasa tidak terpenuhi apa yang dimaksudkan, maka
manusia akan merasa menderita. Dan ketika kita merasa kurang kita juga akan
menderita, rasa kurang itu muncul karena adanya anggapan lebih dari pihak lain.
Faktor eksternal di bedakan menjadi dua macam yaitu faktor
eksternal murni dan faktor eksternal tidak murni.Fktor eksternal murni adalah
faktor eksternal yang benar-benar berasal dari luar diri manusia. Misalnya
bencana alam, wabah dan sebagainya.Sedangkan eksternal tidak murni tampaknya
berasal luar diri manusia namun sebenarnya berasal dari dalam diri manusia.
Misalnya penyakit yang kita derita, karena kita mau menjaga kesehatan diri
kita.
Maka dapat disimpulkan bahwa penderitaan itu merupakan siksaan, dan
rasanya tidak ada jalan lain selain kita menyesali perbuatan kita, dengan
berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi.[8]
C.
Deskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan buruk
yang ditujukan terhadap kelompok manusia tertentu. Diskriminasi berarti setiap
tindakan memisahkan seseorang dari sebuah organisasi, lingkungan, masyarakat
atau kelompok orang berdasarkan kriteria tertentu. Dalam arti luas,
diskriminasi adalah cara untuk mengurutkan dan mengklasifikasikan entitas lain.
Diskriminasi dapat merujuk ke bidang
apapun, dan dapat menggunakan kriteria apapun. Jika kita berbicara tentang
manusia, misalnya, dapat membedakan antara lain dengan usia, warna kulit,
tingkat pendidikan, status sosial, pengetahuan, kekayaan, warna mata yang
berbeda, dll. Tapi kita juga dapat membedakan sumber energi, karya sastra,
hewan.
Diskriminasi ini mengacu kepada
“pengecualian pembedaan, atau pembatasan berdasarkan asal etnis atau nasional,
jenis kelamin, usia, kecacatan, status sosial atau ekonomi, kondisi kesehatan,
bahasa , agama, memiliki efek merugikan atau
metiadakan pengakuan atau pelaksanaan hak-hak dan kesetaraan kesempatan
bagi orang-orang. “Namun, diskriminasi merujuk pada tindakan membedakan atau
segregasi yang merongrong kesetaraan. Biasanya digunakan untuk merujuk pada
pelanggaran hak-hak yang sama bagi individu dengan masalah sosial, usia, ras,
agama, politik dll.[9]
Penyebab muncul diskriminasi:
1.
Prasangka buruk dapat menyebabkan
memainkan sebuah peran penting untuk melindungi atau meningkatkan konsep diri
mereka. Ketika individu dengan sebuah prasangka memandang rendah sebuah
kelompok, hal ini membuat mereka yakin akan harga diri mereka sendiri.
2.
Saling mencela satu sama lain akan
menimbulkan orang lain tidak bertoleransi kepada kita.
Cara
menghindari sikap diskriminasi :
1. Sesama orang yang beriman dan
beragama islam harus saling menghormati dan menyayangi.
- Sesama orang beriman tidak saling meredahkan
- Sesama orang beriman tidak saling mencela
- Sesama orang beriman tidak saling memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan
- Sesama orang beriman tidak saling berprasangka
buruk
- Sesama orang beriman tidak saling mencari-cari
kejelekan orang lain
- Sesama orang beriman tidak saling menggunjing.
D. Pengertian Keadilan dan
Hubungannya dengan Manusia
1. Pengertian Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antar
hak dan kewajiban. Jika mengakui hak hidup, kita wajib mempertahankannya dengan
kerja keras tanpa merugikan orang lain, karena orang lain pun mempunyai hak
untuk hidup.
Berdasarkan kesadaran etis, kita
tidak boleh hanya menuntut hak tanpa memperhatikan kewajiban. Jika hal itu
terjadi sikap dan tindakan kita akan mengarah kepada pemerasan dan perbudakan
orang lain. Namun sebaliknya, jika kita hanya memperhatika kewajiban tanpa
menuntut hak maka kita akan doperbudak oleh orang lain.[10]
Dalam bukunya M. Munandar Sulaiman,
menyatakan pengertian keadilan menurut beberapa teori antara lain :
1. Menurut
Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan
sebagai titik tengah diantara kedua
ujung eksterm yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.
2. Menurut
Plato merupakan proyeksi pada diri manusia sehingga orang yang dikatakan adil
adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
3. Menurut
Socrates merupakan proyeksi pada pemerintahan karena pemerintah adalah pimpinan
pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Keadilan
adalah suatu keadaan dimana seseorang harus melakukan apa yang menjadi
kewajibannya dan memperoleh apa yang telah jadi haknya.[11]
Dalam islam keharusan untuk menjaga
kebenaran dan keadilan telah diperintah oleh Allah dalam al-Quran, surat
an-Nisaa’ yang artinya: “sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang
(orang-orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”.
Tokoh-tokoh filsafat seperti Plato
dan Aristoteles juga tidak mau ketinggalan melontarkan konsep keadilan
tersebut. Plato pernah mengatakan bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi
rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Sedangkan,
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang
sama diperlakukan secara sama, dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan secara
tidak sama pula (justice is done when equals are treated equally).[12]
Berikut ini hal-hal yang berkaitan
dengan Keadilan:
a. Kejujuran
Jujur atau kejujuran berarti apa
yang dikatakan seseorang akan sesuai dengan hati nuraninya. Jujur dapat pula
diartikan seseorang yang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh agama dan hukum. Orang yang menepati janji atau menepati kesanggupan, baik
yang telah terlahir dalam kata-kata maupun yang masih dalam hati (niat) dapat
pula dikatakan jujur. Sedangkan, bagi orang yang tidak menepati niatnya berarti
mendustai dirinya sendiri.
b. Kecurangan
Kecurangan
dapat diartikan apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Kecurangan
menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang
berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, dan
senang apabila masyarakat di sekelilingnya hidup menderita.
Ditinjau dari hubungan manusia
dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek peradaban, aspek
kebudayaan dan aspek teknik.Keempat aspek tersebut harus dilaksanakan secara
wajar agar berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum.
c. Pemulihan
Nama Baik
Pemulihan nama baik berarti
mengembalikan mana baik seseorang yang semula dinilai tidak baik. Sebenarnya
nama baik merupakan tujuan utama orang hidup, sehingga seseorang berusaha
menjaga namanya agar tetap baik, yang pada hakikatnya sesuai dengan kodrat
manusia, yaitu :
1)
Manusia menurut sifat dasarnya
adalah makhluk sosial.
2)
Adanya aturan-aturan yang berdiri
sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sebagai makhluk
moral tersebut.
d. Pembalasan
Pembalasan
berasal dari kata balas yang artinya cara atau perbuatan yang bertujuan untuk
mengulangkan kembali apa yang pernah dikenakan kepadanya baik melalui hal
positif atau negatif. Pembalasan merupakan sebuah reaksi atau perbuatan orang
lain, reaksi itu bisa berupa perbuatan yang serupa dan seimbang.[13]
2. Hubungan
Manusia dan Keadilan
Berbuat adil
berarti menghargai atau menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Jadi
jika berbuat tidak adil berarti menginjak-injak harkat dan martabat
manusia.Berbuat demikian berati menganggap manusia lebih rendah atau lebih
tinggi dari pada yang lain.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Cinta-kasih mencakup seluruh obyek,
tanpa mengenal agama, bangsa, dan suku, oleh karena itu cinta-kasih bersifat
abadi. Cinta-kasih didasarkan oleh rasa tanggung-jawab, bukan rasa ingin
memiliki; sehingga cinta-kasih tidak mengenal rasa cemburu, dengki dan iri.
·
Penderitaan disebabkan oleh rasa
kurang dan rasa takut terhadap sesuatu. Penderitaan termasuk penyakit batin
manusia. Oleh karena itu, cara mengatasi penderitaan adalah dengan menumbuhkan
kesadaran diri terhadap eksistensi Tuhan. Setiap orang akan mendapatkan
penderitaan yang bentuk dan sifatnya berbeda, maka dalam kehidupan kita apabila
siap menerima cinta harus siap pula menerima penderitaan yang mungkin saja akan
terjadi.
·
Diskriminasi adalah perlakuan bruk
yang ditunjukan terhadap kelompok manusia tertentu.
·
Keadilan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan sosial. Yang menjadi ukuran dalam keadilan adalah hak dan kewajiban.
Hak adalah bayaran atas pemenuhan kewajiban, sementara kewajiban adalah hal
yang harus diselesaikan sebagai tanggung jawab atas jabatan atau peran
seseorang. Keadilan pada umumnya sulit diperoleh. Dalam hal ini setiap manusia
dalam memperoleh keadilan biasanya memerlukan pihak-pihak terkait atau pihak
ketiga sebagai penengah dengan harapan pihak tersebut dapat bertindak adil
terhadap pihak-pihak yang berselisih.
B.
Saran
Dengan
diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis juga mengharapkan kritik dan saran
guna peningkatan kualitas dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mawardi dan Nur
Hidayati. IAD-ISD-IBD. Bandung: Pustaka Setia. 2000.
WIDAGDHO, Djoko,dkk. Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta. 2004
Sujarwa. Ilmu Sosial
dan Budaya Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Sulaeman, Munandar. Ilmu
Budaya Dasar. Bandung: Refika Aditama. 1998.
Tasmuji, dkk. IAD-ISD-IBD.
Surabaya: IAIN SA. 2012
[1] Tasmuji, dkk. Ilmu
Alamiyah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar ( Surabaya : IAIN SA
Press, 2012), hlm.147
[2]Ibid,
hlm.167-168
[3]M. Munandar
Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar Sebagai Pengantar ( Bandung : Refika
Aditama,2005), hlm.75
[4]Djoko
Widagdho, dkk. Ilmu Budaya Dasar ( Jakarta : Bumi Aksara,2004), hlm.
57-58
[5]Ibid, 81
[8]Djoko
Widagdho,dkk. Ilmu Budaya Dasar, hlm. 99-102
[10]Mawardi,
IAD-ISD-IBD, hlm. 172
[11]Tasmuji,dkk.
IAD-ISD-IBD, hlm.188
[13]Tasmuji, dkk. IAD-ISD-IBD,
hlm.189-192
Tidak ada komentar:
Posting Komentar