Rabu, 25 Desember 2019

HUBUNGAN AKHLAK DENGAN ILMU-ILMU LAIN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada hakikatnya setiap ilmu pengetahuan antara yang satu dengan yang lainnya itu saling berhubungan. Akan tetapi hubungan tersebut ada yang sifatnya berdekatan, pertengahan, bahkan ada pula yang jauh.
Pada pembahasan kali ini kita akan mengkaji bersama tentang ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu tauhid, ilmu fiqh. Ilmu pendidikan, ilmu jiwa, ilmu sosilogi,ilmu psikologi, ilmu hukum, filsafat,yang berkaitan dengan keimanan.
Konsep akhlakul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya, tetapi juga terhadap penciptaanya. Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Qur’an. Namun tidak semua orang mengetahui atau percaya akan hal itu. Ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan manusia keterbatasan manusia dalan menggali ilmu-ilmu yang ada dalam Al-Qur’an itu sendiri .oleh karena itu permasalahan hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu lainnya ini diangkat, yakni keterkaitan antara akhlak islam dan ilmu berdasarkan ilmu hadis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tauhid?
2.      Bagaimana hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu fiqih ?
3.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan ?
4.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu jiwa islami?
5.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu sosilogi ?
6.       Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi ?
7.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu hukum ?
8.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu filsafat ?
9.      Bagaiman hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf ?
10.  Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu akidah dan ibadah ?
11.  Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan Iman ?

C.    Tujuan penulisan
a.       Untuk memenuhi tugas dosen
b.      Agar dapat memahami hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid
c.       Agar dapat mengetahui hubungan ilmu akhlak dengan ilmu fiqh
d.      Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan pendidikan
e.       Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan jiwa islami
f.       Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan sosiologi
g.      Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan psikologi
h.      Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan hukum
i.        Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan filsafat
j.        Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan tasawuf
k.      Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan akidah dan akhlak
l.        Agar dapat mengetahui hubungan Ilmu akhlak dengan iman





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid disebut juga Ilmu Aqaid adalah ilmu yang mempelajari kepercayaan dan keyakinan kepada Allah, ilmu tauhid dapat juga disebut sebagai suatu ilmu yang membahas tentang cara cara mengesakan Allah, sebagai salah satu sifat yang terpenting diantara sifat sifat lainnya.[1]
Sebagai sebuah ilmu, ilmu tauhid memberikan pengetahuan pemahaman tentang bagaimana seseorang mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang benar terhadap Allah, para malaikat, para rasul, kitab kitab Allah, hari kiamat, qada’ dan qadar dari Allah, selanjutnya disebut rukun iman.
Keimanan dan keyakinan pada rukun iman diatas akan melahirkan akhlak yang baik/terpuji//mulia. Keyakinan bahwa Allah itu Maha Ada dan Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Dekat, akan melahirkan suatu kesadaran kepada seseorang bahwa ia selalu diawasi dan dilihat, dipantau, oleh dzat yang Maha Agung. Ketika seseorag merasa bahwa ia diawasi dan dilihat Allah, maka ia akan selalu waspada dan berhati-hati agar setiap perilaku dan perbuatannya selalu disenangi dan diridhai oleh Allah. Keadaan ini akan melahirkan akhlak yang mulia dan luhur yaitu selalu berada dalam kerangka ibadah dalam semua aktivitas kehidupannya untuk menuju keridhaanNya.
Demikian juga keyakinan pada malaikat Allah, suatu keyakinan bahwa terdapat makhluk Allah sejenis malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatan manusia, akan memberikan kesadaran bahwa segala tindak tanduk kita akan dicatat oleh malaikat tersebut dan diminta pertanggung jawaban atasnya. Sama halnya dengan keyakinan diatas, adalah bahwa terdapat malaikat yang bertugas dineraka dan disurga, memberikan kesadaran bahwa semua amal perbuatan seseorang akan dibalas dan mendapatkan tempat yang sesuai dengan amalnya tersebut. Perasaan dan keyakinan ini juga akan melahirkan akhlak yang mulia.
2.2  Hubungan Antara Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Fiqh
Ilmu Fiqh adalah ilmu yang mempelajari Ketentuan Ketentuan dalam beribadah Allah SWT. Dengan demikian ilmu fiqh berisi uraian uraian yang berkartan dengan materi-materi ibadah, mulai dari thaharah(bersuci) sholat,  puasa, zakat, haji, muamalah dan lain- lain
Ilmu fiqh berisi ketentuan ketentuan dan aturan legal formal dalam perspektif agama Islam menurut padangan dan perspektif para Iman mahzab  dan fuqaha’. Dengan demikian Ilmu Fiqh berisi ketentuan ketentuan hukum: syah, wajib, sunnah, Makruh, haram dan lain lain yang berbau legal formal.
Ketika seseorang melaksanakan ibadah maka ia akan terikat dengan ketentuan diatas, misalnya ketika ia shalat, terdapat perbuatan dan perkataan yang mempunyai ketentuan ketentuan hukum sebagaimana disebutkan diatas.
Sementara Ketika ia shalat, maka seseorang diharuskan atau paling tidak dianjurkan melakukan shalatnya dengan Khusyu’, tawadlu’, tadharru’, Khauf dan raja’, yang semua itu hanya dapat dipahami dan didalami dalam Ilmu Akhlak.
Dengan demikian Ilmu fiqh mengajarkan bagaimana seorang melaksanakan ibadah dengan benar sesuai dengan ketentuan ketentuan legal formal hukum Islam, sedangkan Ilmu Akhlak  mengajarkan bagaimana seorang melakukan shalat dengan hati yang berpusat Kepada Allah dan hati yang  pasrah, mengharap dan takut dan penyesalan atas dosa yang pernah dilakukan.
Dengan kata lain ilmu fiqh  mengajarkan  ibadah dari sisi yang tampak (eksotirisme).  sedangkan ilmu Akhlak mengajarkan ibadah dari sisi yang tampak (esoterisme) jikalau ibadah diumpamakan sebagai sosok manusia maka Ilmu fiqh sebagai jasad atau tubuh orang tersebut, sedangkan ilmu akhlak sebagai ruh atau jiwa orang tersebut jelaslah bahwa keduanya saling berhubungan erat mengingat tidak mungkin  seorang  disebut manusia dengan jasad saja atau atau dengan roh saja [2]
2.3  Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu pendidikan
Ilmu peendidikan adalah ilmu yang mempelajari serangkain proses dalam mentranfer ilmu pengetahuan, kecakapan dan keahlian dari pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.Selanjutnya, dapat ditegaskan bahwa pendidikan islam adalah proses pembentukan individu untuk mengembangkan fitrah keagamaannya, yang secara konseptual dipahami, dianalisis serta dikembangkan dari ajaran Al-Qur’an dan al-Sunnah melalui proses pembudayaan dan pewaris dan pengembangan kedua sumber Islam tersebut pada setiap generasi dalam sejarah ummat Islam dalam mencapai kebahagian, kebaikan di dunia dan di akhirat.
Pendidikan islam ditujukan untuk membentuk pribadi yang dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang itu tercemin dalam ketinggian dan kemuliaan akhlak . [3]
2.4  Hubungan dengan ilmu jiwa islami
Jiwa manusia menjadi discourse penting dalam filsafat, tasawuf, karena terkait dengan esensi manusia . Manusia mempunyai dua subtansi yaitu subtansi materi (jasad) dan substansi immateri (jiwa). substansi immateri adalah hakekat manusia, dan itulah yang menentukan ketinggian dan kesempurnaan derajat  manusia.
Dalam discoouse filsafat islam, pembahasan tentang jiwa sering mengedepankan daya berpikir sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan intelektual, yaitu melalui hubungan dengan al’aqal al fa’al (akal aktif) yang merupakan sumber pengetahuan tertinggi. sedangkan dalam tasawuf, upaya mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi dengan menggunakan al-dzauq.
Kajian tentang jiwa dalam bidang tasawuf (ilmu Akhlak ) lebih ditekankan pada bagaimana menyucikan jiwa yang dibahasakan dalam kata-kata ; al nafs, al qolb dan al ruh. Upaya penyucian jiwa itulah yang disebut dengan tazkiyat al nafs, yaitu penyucian jiwa dari segala perbuatan perbuatan kotor serta menghiasi jiwa dengan perbuatan-perbuatan yang baik( terpuji).
Nafs dalam jiwa dapat disebutkan sebagai berikut;
a.       Nafs sebagai aspek kejiwaan dari manusia.
Dalam surah al Imrom 185, jiwa merupakan esensi dari manusia. jiwa adalah sesuatu yang terdapat dalam badan dan dapat berpisah dengannya. jiwa adalah roh yang telah mempribadi setelah masuk kedalam tubuh yang akan menjadi manusia.Nafs dalam al Qur’an dapat diartikan sebagai kejiwaan (sisi dalam) manusia, yang menghasilkan perilaku. Ini dapat terlihat dalam surah al Ra’d ayat 11 dan al Anfal ayat 53 .
b.      Nafs sebagai penggerak prilaku manusia.
Al Qur’an menegaskan bahwa nafs selain berarti aspek kejiwaan (diri dalam) manusia juga secara substansi dan berfungsi sebagai penggerak prilaku manusia Ini dapat terlihat dalam surah  al Syams  ayat 7 dan 8.
 Ayat ini menegaskan bahwa jiwa sebagai penggerak perilaku manusia jika dibersihkan dan di sucikan akan beruntung dan berbahagialah orang itu. Demikian juga jika seseorang mengotori jiwanya maka akan mengalami kerugian.
Kata  fa alhamaha terambil dari kata al lahm yaitu menelan sekaligus. Dari sinilah lahir kata iham. Kata ilham dipahami sebagai pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dalam dirinya, tampa diketahui secara pasti dari mana sumbernya. Ia seperti rasa lapar. Ilham  berbeda dengan wahyu, karena wahyu walaupun termasuk dalam pengetahuan yang diperoleh namun diyakini bersumber dari Allah SWT. Nafs merupakan substansi yang membedakan antara manusia dengan makhluk  yang lainnya yang dengannya manusia dapat berpikir, merasa dan merenung. Dengan daya pikirnya itulah manusia dapat mengambil keputusan-keputusan dalam menghadapi segala persoalan hidupnya,sehingga ia dapat memilih jalan dan sarana yang harus ditempuhnya.
Dalam upaya memilih dan menetapkan keputusannya itu manusia dipengaruhi oleh faktor –faktor internal dan faktor eksternal. Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana manusia mengendalikan dan memberdayakan fitrah yang ia miliki yang disebutkan sebagai potensi dasar dan interaksi dengan lingkungannya.
Keputusan yang diambil manusia itulah yang memberikan akibat ia akan melakukan perbuatan-perbuatan dan menentukannya apakah ia akan mendapatkan kehinaan dengan menyimpang dari jalan Allah yang lurus. berkaitan dengan ini  Allah berfirman dalam surat al Isra’ ayat 15:  
Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah,maka sesungguhnya ia tersesat  bagi dirinya, dan barang siapa sesat, maka sesungguhnya ia tersesat bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain dan kami tidak mengadzab sebelum kami mengutus seorang  rasul.[4]
2.5  Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Sosiologi
Hubungan antara kedua ilmu ini erat sekali. Sosiologi mempelajari perbuatan manusia yang juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan sosiologi. Sosiologi mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintah dalam masyarakat. Kesemuannya itu mengenai tingkah laku yang timbul dari kehendak jiwa(akhlak). Dengan demikian ,sosiologi menolong ilmu akhlak mendapatkan pengertian tingkah laku manusia dalam kehidupannya.[5]
2.6  Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Psikologi
Sebagaimana dengan sosiologi, ilmu akhlak berhubungan pula dengan psikologi. Psikologi menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan,paham, mengenal, ingatan, kehendak, kemerdekaan khayal, dan rasa kasih yang kesemuanya dibutuhkan oleh ilmu akhlak.
Psikologi mempelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyarakat sebagai manifestasi dan aktivitas rohaniah, terutama yang ada hubungannya dengan tingkah laku,baik didalam maupun diluar kelompoknya, juga interaksi (saling memengaruhi ) antara satu dan lainnya dalam masyarakat. Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada manusia tentang pekerjaan yang baik dan pekerjaan yang buruk pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang haram.[6]
2.7  Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Hukum
Pokok pembicaraan ilmu akhlak dengan ilmu hukum adalah perbuatan manusia. Tujuannya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan. Cara kita bertindak terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak . Akan tetapi, ruang lingkup ilmu akhlak lebih luas. Ilmu akhlak memerintahkan perbuatan yang bermanfaat dan melarang perbuatan yang membahayakan, sedangkan ilmu hukum tidak sedemikian karena banyak perbuatan yang jelas-jelas bermanfaat, tetapi tidak diperintahkan oleh ilmu hukum.
Dengan demikian, pertalian antara hukum islam dan akhlak lebih erat dibandingkan dengan hukum positif atau etika filsafat. Setiap perbuatan yang dinilai oleh akhlak pasti mendapatkan kepastian hukum islam berupa salah satu dari lima kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sebaliknya, untuk segala perbuatan yang diputuskan hukumnya oleh hukum islam, akhlak selalu memberikan penilaian tentang baik buruknya.Ini adalah manifestasi dari luasnya ruang lingkup hukum islam yang menilai setiap perbuatan. Disamping itu, ilmu hukum hanya mempelajari atau melihat tingkah laku dari segi luar saja, sedangkan ilmu akhlak disamping melihat dari  sisi batin.[7]
2.8  Hubungan Akhlak Dengan Filsafat
Berdasarkan makna dan konsepnya yang umum, filsafat merupakan upaya mengetahui dan menggali potensi yang dimiliki manusia. Pada saat itu,objek filsafat dibagi dalam 2 bagian. Pertama, hal-hal yang manusia tidak dapat melakukan intervensi di dalamnya, kecuali yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua, Hal-hal yang bergantung pada usaha manusia, yaitu tindakan-tindakan manusia.
   Bagian pertama dinamakan filsafat teoretis (al-hikmah an-nazhariyyah) dan terbagi kedalam tiga bagian.
1.      Filsafat ketuhanan (al-hikmah al-ilahiyyah) yaitu yang berkaitan dengan aturan aturan umum tentang eksitensi, awal  mula eksitensi, dan akhir eksitensi;
2.      Fisika(thabi’iyat) yang terbagi kedalam beberapa bagian lagi;
3.      Matematika yang terbagi kedalam beberapa  bagian
 Bagian kedua (tindakan-tindakan manusia) dinamakan filsafat praktis (al-‘amaliyyah) yang terbagi kedalam tiga bagian.
1.      Akhlak yang menjadi penyebab bagi kebahagiaan atau kesesatan manusia;
2.      Manajemen rumah tangga (tadbir al-manzil)serta segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarga
3.      Politik dan manajemen Negara
    Karya karya khusus dibidang akhlak bahkan berbicara tentang manajemen rumah dan politik negara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa  ilmu akhlak merupakan cabang filsafat praktis. Akan tetapi,karena sekarang jumlah ilmu sedemikian banyak, ilmu akhlak berdiri menjadi ilmu tersendiri.

2.9  Hubungan Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Sebagian besar pembicaraan tasawuf (irfan) berkaitan dengan pengetahuan tentang ketuhanan (al-ma’arif al-ilahiyyah), tetapi bukan dengan jalan ilmu dan pembuktian ilmiah, melainkan dengan jalan penyaksian esoteric (asy-syuhud al-bathini).
Ini berarti bahwa hati manusia harus berfungsi bagaikan cermin yang bersih sehingga dapat menangkap hakikat dan menyingkap tirai.
Untuk tujuan ilmu tasawuf ini, ilmu akhlak dapat membantu seseorang untuk menghilangkan berbagai kotoran hati yang dapat menghalangi pemiliknya dari  esensi ketuhanan. Dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan pintu gerbang ilmu tasawuf.   [8]                          
2.10                    Hubungan Ilmu Akhlak dengan Akidah Dan Ibadah
Islam telah menghubungkan secara erat antara akidah dan akhlak. Dalam islam, akhlak bertolak dari tujuan-tujuan akidah. Akidah merupakan barometer bagi perbuatan, ucapan, dengan segala bentuk interaksi sesama manusia. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah, iman kepada Allah SWT. Menuntut seseorang mempunyai akhlak terpuji.
Keterkaitan antara akhlak dan akidah dapat dilihat ketika Allah SWT. Mengaitkan keimanan dengan akhlak mulia. Ketika Al-Qur’an menyuruh berlaku adil, sebelumnya ia menyebutkan tentang iman . Allah SWT. Berfirman:
   يايها الذ ين امنوا كونواقوامين لله شهداء بالقسط ولا يجر منكم شنا ن قوم على الا تعد لوۗاعد لوا ۗ   هو اقر لتقوى ۖ ان الله خبير بما تعملونز  
Artinya:
  “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karean Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil .dan jangalah kebencianmu terhadap suatu kaum ,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil . berlaku adillah.  karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa .dan bertaqwalah kepada Allah ,sungguh, Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan.”
Adapun kaitan ilmu akhlak dan ibadah dapat dijelaskan bahwa tujuan akhir ibadah adalah keluhuran akhlak. Ibadah terpenting yang di syariatkan islam dan yang paling pertama dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Hikmah disyariatkannya shalat adalah menjauhi perbuatan keji dan mungkar. [9]
2.11                    Hubungan Akhlak dengan Iman
Iman menurut bahasa berarti membenarkan, sedangkan menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati dalam arti menerima dan tunduk pada apa yang diketahui bahwa hal tersebut dari agama Nabi Muhammad Saw. Dan ada yang menyatakan lebih tegas lagi bahwa di samping membenarkan dalam hati, juga menuturkan dengan lisan dan mengerjakan dengan anggota badan. Kemudian sebagai ulama menyebutkan pula bahwa iman ialah membenarkan rasul tentang apa yang beliau datangkan dari Tuhannya.
Menurut pandangan islam, bahwa akhlak yang baik haruslah berpijak pada keimanan. Dengan demikian , akhlak yang baik adalah mata rantai daripada keimanan. Kalau iman melahirkan amal saleh maka dapat dikatakan iman itu telah sempurna. Sedangkan akhlak yang buruk adalah akhlak yang menyalahi prinsip-prinsip keimanan. Demikian pula seandainya ada suatu perbuatan yang pada lahirnya baik, tetapi titik tolaknya bukan karena iman, maka tidak akan mendapat penilain di sisi Allah.
Iman memang merupakan pedoman dan pegangan yang terbaik bagi manusia dalam rangka mengarungi hidup dan kehidupan ini, iman menjadi sumber pendidikan paling luhur, mendidik akhlak, karakter dan mental manusia, sehingga dengan iman tersebut manusia dapat mengatur keseimbangan yang harmonis antara rohani dan jasmani.[10]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Dengan maksud dapat menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.
Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik dan hidayah sehingga dapat bahagia didunia dan di akhirat. Kebahagiaan hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya didalam lubuk hati. Dimana hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan selalu mendapat ridhai Allah, juga selalu disenangi oleh sesama mahluk
B.     Saran
Dalam menyusun makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran khususnya dari dosen pembimbing Bapak Zainul hasan, Drs. M.Ag yang bersifat membantu agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Solichin,Mohammad Muchlis.2014. Akhlak Dan Tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila putra pratama
Anwar, Rosihin. 2010.  Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka setia
Mustofa. 2014. Akhlak Tasawuf. Bnadung: CV Pustaka Setia


[1]  Solichin,Mohammad Muchlis.2014.akhlak dan tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila putra pratama.hlm,12-13
[2] Solichin,Mohammad Muchlis.2014.akhlak dan tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila putra pratama.hlm,13-14
[3] Solichin,Mohammad solichin.2014.akhlak dan tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila putra pratama.hlm,14-17
         [4] Solichin,Mohammad Muchlis.2014.akhlak Dan Tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila putra pratama.Hlm,17-21
         [5] Anwar,Rosihin.akhlak tasawuf.2010.Bandung : CV.Pustaka Setia.Hlm,39
         [6] Anwar,Rosihin.akhlak tasawuf.Bandung : CV.Pustaka Setia.Hlm,40
        [7] Anwar,Rosihin.Akhlak tasawuf.2010.Bandung :CV. Pustaka setia, hlm,40-41
         [8] Anwar,Rosihin.Akhlak tasawuf.2010.Bandung :CV. Pustaka setia, hlm:42
        [9] Anwar, Rosihin. 2010.  Akhlak tasawuf. Bandung: CV. Pustaka setia, hlm, 43-45
        [10] Mustofa. 2014. Akhlak tasawuf. Bandung: Cv. Pustaka setia, hlm,23-26

1 komentar: