BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
hakikatnya setiap ilmu pengetahuan antara yang satu dengan yang lainnya itu
saling berhubungan. Akan tetapi hubungan tersebut ada yang sifatnya berdekatan,
pertengahan, bahkan ada pula yang jauh.
Pada
pembahasan kali ini kita akan mengkaji bersama tentang ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan ilmu tauhid, ilmu fiqh. Ilmu pendidikan, ilmu jiwa, ilmu
sosilogi,ilmu psikologi, ilmu hukum, filsafat,yang berkaitan dengan keimanan.
Konsep
akhlakul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya mengatur
hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya, tetapi juga terhadap
penciptaanya. Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Qur’an. Namun
tidak semua orang mengetahui atau percaya akan hal itu. Ini dikarenakan
keterbatasan pengetahuan manusia keterbatasan manusia dalan menggali ilmu-ilmu
yang ada dalam Al-Qur’an itu sendiri .oleh karena itu permasalahan hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu lainnya ini diangkat, yakni keterkaitan antara
akhlak islam dan ilmu berdasarkan ilmu hadis.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tauhid?
2. Bagaimana
hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu fiqih ?
3. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan ?
4. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu jiwa islami?
5. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu sosilogi ?
6. Bagaimana hubungan ilmu
akhlak dengan ilmu psikologi ?
7. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu hukum ?
8. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu filsafat ?
9. Bagaiman
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf ?
10. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu akidah dan ibadah ?
11. Bagaimana
hubungan ilmu akhlak dengan Iman ?
C.
Tujuan
penulisan
a. Untuk
memenuhi tugas dosen
b. Agar
dapat memahami hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid
c. Agar
dapat mengetahui hubungan ilmu akhlak dengan ilmu fiqh
d. Agar
dapat mengetahui hubungan Ilmu
akhlak dengan pendidikan
e. Agar
dapat mengetahui hubungan Ilmu
akhlak dengan jiwa islami
f. Agar
dapat mengetahui hubungan Ilmu
akhlak dengan sosiologi
g. Agar
dapat mengetahui hubungan Ilmu
akhlak dengan psikologi
h. Agar
dapat mengetahui hubungan Ilmu
akhlak dengan hukum
i.
Agar dapat
mengetahui hubungan Ilmu akhlak
dengan filsafat
j.
Agar dapat
mengetahui hubungan Ilmu akhlak
dengan tasawuf
k. Agar
dapat mengetahui hubungan Ilmu
akhlak dengan akidah dan akhlak
l.
Agar dapat
mengetahui hubungan Ilmu akhlak
dengan iman
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Ilmu
Akhlak Dengan Ilmu Tauhid
Ilmu
Tauhid disebut juga Ilmu Aqaid adalah ilmu yang mempelajari kepercayaan dan keyakinan kepada Allah,
ilmu tauhid dapat juga disebut sebagai suatu ilmu yang membahas tentang cara
cara mengesakan Allah, sebagai salah satu sifat yang terpenting diantara sifat sifat
lainnya.[1]
Sebagai
sebuah ilmu, ilmu tauhid memberikan pengetahuan pemahaman tentang bagaimana
seseorang mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang benar terhadap Allah, para
malaikat, para rasul, kitab kitab Allah, hari kiamat, qada’ dan qadar
dari Allah, selanjutnya disebut rukun iman.
Keimanan
dan keyakinan pada
rukun iman diatas akan melahirkan akhlak yang baik/terpuji//mulia. Keyakinan
bahwa Allah itu Maha Ada dan Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha Mendengar,
Maha Dekat, akan melahirkan suatu kesadaran kepada seseorang bahwa ia selalu
diawasi dan dilihat, dipantau, oleh dzat yang Maha Agung. Ketika seseorag
merasa bahwa ia diawasi dan dilihat Allah, maka ia akan selalu waspada dan
berhati-hati agar setiap perilaku dan perbuatannya selalu disenangi dan diridhai
oleh Allah. Keadaan ini akan melahirkan akhlak yang mulia dan luhur yaitu
selalu berada dalam kerangka ibadah dalam semua aktivitas kehidupannya untuk
menuju keridhaanNya.
Demikian
juga keyakinan pada malaikat Allah, suatu keyakinan bahwa terdapat makhluk
Allah sejenis malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatan manusia, akan
memberikan kesadaran bahwa segala tindak tanduk kita akan dicatat oleh malaikat
tersebut dan diminta pertanggung jawaban atasnya. Sama halnya dengan keyakinan
diatas, adalah bahwa terdapat malaikat yang bertugas dineraka dan disurga,
memberikan kesadaran bahwa semua amal perbuatan seseorang akan dibalas dan
mendapatkan tempat yang sesuai dengan amalnya tersebut. Perasaan dan keyakinan
ini juga akan melahirkan akhlak yang mulia.
2.2 Hubungan Antara
Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Fiqh
Ilmu Fiqh adalah ilmu yang
mempelajari Ketentuan Ketentuan dalam beribadah Allah SWT. Dengan demikian ilmu
fiqh berisi uraian uraian yang berkartan dengan materi-materi ibadah, mulai dari thaharah(bersuci)
sholat, puasa, zakat, haji, muamalah dan
lain-
lain
Ilmu
fiqh berisi ketentuan ketentuan dan aturan legal formal dalam perspektif agama
Islam menurut padangan dan perspektif para Iman mahzab dan fuqaha’. Dengan demikian Ilmu Fiqh
berisi ketentuan ketentuan hukum: syah, wajib, sunnah, Makruh, haram dan lain
lain yang berbau legal formal.
Ketika
seseorang melaksanakan ibadah maka ia akan terikat dengan ketentuan diatas,
misalnya ketika ia shalat,
terdapat perbuatan dan perkataan yang mempunyai ketentuan ketentuan hukum sebagaimana disebutkan diatas.
Sementara
Ketika ia shalat,
maka seseorang diharuskan atau paling tidak dianjurkan melakukan shalatnya dengan Khusyu’, tawadlu’,
tadharru’, Khauf dan raja’, yang semua itu hanya dapat
dipahami dan didalami dalam Ilmu Akhlak.
Dengan
demikian Ilmu fiqh mengajarkan bagaimana seorang melaksanakan ibadah dengan
benar sesuai dengan ketentuan ketentuan legal formal hukum Islam, sedangkan
Ilmu Akhlak mengajarkan bagaimana
seorang melakukan shalat dengan hati yang berpusat Kepada Allah dan hati yang pasrah, mengharap dan takut dan penyesalan
atas dosa yang pernah dilakukan.
Dengan kata lain ilmu fiqh mengajarkan ibadah dari sisi yang tampak (eksotirisme).
sedangkan ilmu Akhlak mengajarkan ibadah
dari sisi yang tampak (esoterisme) jikalau ibadah diumpamakan sebagai sosok
manusia maka Ilmu fiqh sebagai jasad atau tubuh orang tersebut, sedangkan ilmu
akhlak sebagai ruh atau jiwa orang tersebut jelaslah bahwa keduanya saling
berhubungan erat mengingat tidak mungkin seorang disebut manusia dengan jasad saja atau atau
dengan roh saja [2]
2.3 Hubungan ilmu Akhlak
dengan ilmu pendidikan
Ilmu
peendidikan adalah ilmu yang mempelajari serangkain proses dalam mentranfer
ilmu pengetahuan, kecakapan dan keahlian dari pendidikan kepada peserta didik
sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.Selanjutnya, dapat
ditegaskan bahwa pendidikan islam adalah proses pembentukan individu untuk
mengembangkan fitrah keagamaannya, yang secara konseptual dipahami, dianalisis
serta dikembangkan dari ajaran Al-Qur’an dan al-Sunnah melalui proses
pembudayaan dan pewaris dan pengembangan kedua sumber Islam tersebut pada
setiap generasi dalam sejarah ummat Islam dalam mencapai kebahagian, kebaikan
di dunia dan di akhirat.
Pendidikan
islam ditujukan untuk membentuk pribadi yang dapat melaksanakan ajaran-ajaran
Islam yang itu tercemin dalam ketinggian dan kemuliaan akhlak . [3]
2.4 Hubungan dengan ilmu jiwa islami
Jiwa manusia menjadi discourse
penting dalam filsafat, tasawuf, karena terkait dengan esensi manusia . Manusia mempunyai dua subtansi yaitu subtansi materi
(jasad) dan substansi immateri (jiwa). substansi immateri adalah hakekat
manusia, dan itulah yang menentukan ketinggian dan kesempurnaan derajat manusia.
Dalam
discoouse filsafat islam, pembahasan tentang jiwa sering mengedepankan
daya berpikir sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan intelektual, yaitu melalui
hubungan dengan al’aqal al fa’al (akal aktif) yang merupakan sumber
pengetahuan tertinggi. sedangkan dalam tasawuf, upaya mencapai tingkat
kesempurnaan tertinggi dengan menggunakan
al-dzauq.
Kajian tentang jiwa dalam bidang tasawuf (ilmu Akhlak ) lebih ditekankan pada bagaimana menyucikan jiwa yang dibahasakan dalam kata-kata ; al nafs, al qolb dan al ruh. Upaya penyucian jiwa itulah yang disebut dengan tazkiyat al nafs, yaitu penyucian jiwa dari segala perbuatan perbuatan kotor serta menghiasi jiwa dengan perbuatan-perbuatan yang baik( terpuji).
Kajian tentang jiwa dalam bidang tasawuf (ilmu Akhlak ) lebih ditekankan pada bagaimana menyucikan jiwa yang dibahasakan dalam kata-kata ; al nafs, al qolb dan al ruh. Upaya penyucian jiwa itulah yang disebut dengan tazkiyat al nafs, yaitu penyucian jiwa dari segala perbuatan perbuatan kotor serta menghiasi jiwa dengan perbuatan-perbuatan yang baik( terpuji).
Nafs dalam jiwa dapat disebutkan sebagai berikut;
a.
Nafs
sebagai aspek kejiwaan dari manusia.
Dalam
surah al Imrom 185, jiwa merupakan esensi dari manusia. jiwa adalah sesuatu
yang terdapat dalam badan dan dapat berpisah dengannya. jiwa adalah roh yang
telah mempribadi setelah masuk kedalam tubuh yang akan menjadi manusia.Nafs
dalam al Qur’an dapat diartikan sebagai kejiwaan (sisi dalam) manusia, yang menghasilkan perilaku. Ini dapat terlihat dalam surah al Ra’d ayat 11
dan al Anfal ayat 53 .
b.
Nafs
sebagai penggerak prilaku manusia.
Al Qur’an menegaskan bahwa nafs
selain berarti aspek kejiwaan (diri dalam) manusia juga secara substansi dan
berfungsi sebagai penggerak prilaku manusia Ini dapat terlihat dalam surah al Syams ayat 7 dan 8.
Ayat ini menegaskan bahwa jiwa sebagai penggerak
perilaku manusia jika dibersihkan dan di sucikan akan beruntung dan
berbahagialah orang itu. Demikian juga jika seseorang mengotori jiwanya maka
akan mengalami kerugian.
Kata fa alhamaha terambil dari kata al lahm
yaitu menelan sekaligus. Dari sinilah lahir kata iham. Kata ilham dipahami
sebagai pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang dalam dirinya, tampa
diketahui secara pasti dari mana sumbernya. Ia seperti rasa lapar. Ilham berbeda dengan wahyu, karena wahyu walaupun
termasuk dalam pengetahuan yang diperoleh namun diyakini bersumber dari Allah SWT.
Nafs merupakan substansi yang membedakan antara manusia
dengan makhluk yang lainnya yang
dengannya manusia dapat berpikir, merasa dan merenung. Dengan daya pikirnya
itulah manusia dapat mengambil keputusan-keputusan dalam menghadapi segala
persoalan hidupnya,sehingga ia dapat memilih jalan dan sarana yang harus
ditempuhnya.
Dalam upaya memilih dan
menetapkan keputusannya itu manusia dipengaruhi oleh faktor –faktor internal
dan faktor eksternal. Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana manusia
mengendalikan dan memberdayakan fitrah yang ia miliki yang disebutkan sebagai
potensi dasar dan interaksi dengan lingkungannya.
Keputusan yang diambil
manusia itulah yang memberikan akibat ia akan melakukan perbuatan-perbuatan dan
menentukannya apakah ia akan mendapatkan kehinaan dengan menyimpang dari jalan
Allah yang lurus. berkaitan dengan ini
Allah berfirman dalam surat al Isra’ ayat 15:
“Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah,maka sesungguhnya
ia tersesat bagi dirinya, dan barang
siapa sesat, maka sesungguhnya ia tersesat bagi dirinya sendiri. Dan seorang
yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain dan kami tidak mengadzab sebelum kami mengutus
seorang rasul”.[4]
2.5 Hubungan Ilmu Akhlak
Dengan Sosiologi
Hubungan antara kedua ilmu
ini erat sekali.
Sosiologi mempelajari
perbuatan manusia yang juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak
mendorong mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan
sosiologi. Sosiologi mempelajari tingkah
laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintah dalam masyarakat.
Kesemuannya itu mengenai tingkah laku yang timbul dari kehendak jiwa(akhlak).
Dengan demikian ,sosiologi menolong ilmu akhlak mendapatkan pengertian tingkah
laku manusia dalam kehidupannya.[5]
2.6 Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Psikologi
Sebagaimana dengan
sosiologi, ilmu akhlak berhubungan pula dengan psikologi. Psikologi menyelidiki
dan membicarakan kekuatan perasaan,paham, mengenal, ingatan, kehendak,
kemerdekaan khayal, dan rasa kasih yang kesemuanya dibutuhkan oleh ilmu akhlak.
Psikologi
mempelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyarakat sebagai manifestasi
dan aktivitas rohaniah, terutama yang ada hubungannya dengan tingkah laku,baik
didalam maupun diluar kelompoknya, juga interaksi (saling memengaruhi ) antara
satu dan lainnya dalam masyarakat. Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada manusia tentang pekerjaan
yang baik dan pekerjaan yang buruk pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang
haram.[6]
2.7 Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Hukum
Pokok pembicaraan ilmu
akhlak dengan ilmu hukum adalah perbuatan manusia.
Tujuannya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan.
Cara kita bertindak terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak . Akan tetapi,
ruang lingkup ilmu akhlak lebih luas. Ilmu akhlak memerintahkan perbuatan yang
bermanfaat dan melarang perbuatan yang membahayakan, sedangkan ilmu hukum tidak
sedemikian karena banyak perbuatan yang jelas-jelas bermanfaat, tetapi tidak
diperintahkan oleh ilmu hukum.
Dengan demikian, pertalian
antara hukum islam dan akhlak lebih erat dibandingkan dengan hukum
positif atau etika filsafat. Setiap perbuatan yang dinilai oleh akhlak pasti
mendapatkan kepastian hukum islam berupa salah satu dari lima kategori, yaitu
wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sebaliknya, untuk segala perbuatan yang
diputuskan hukumnya oleh hukum islam, akhlak selalu memberikan penilaian tentang
baik buruknya.Ini
adalah manifestasi dari luasnya ruang lingkup hukum islam yang menilai setiap perbuatan.
Disamping itu, ilmu hukum hanya mempelajari atau melihat tingkah laku dari segi
luar saja, sedangkan ilmu akhlak disamping melihat dari sisi batin.[7]
2.8 Hubungan Akhlak
Dengan Filsafat
Berdasarkan
makna dan konsepnya yang umum, filsafat merupakan upaya mengetahui dan menggali
potensi yang dimiliki manusia. Pada
saat itu,objek filsafat dibagi dalam 2 bagian. Pertama, hal-hal yang
manusia tidak dapat melakukan intervensi di dalamnya, kecuali yang berkaitan
dengan perbuatan manusia. Kedua, Hal-hal yang bergantung pada usaha
manusia, yaitu tindakan-tindakan manusia.
Bagian pertama dinamakan filsafat teoretis (al-hikmah an-nazhariyyah)
dan terbagi kedalam tiga bagian.
1.
Filsafat ketuhanan (al-hikmah al-ilahiyyah) yaitu yang
berkaitan dengan aturan aturan umum tentang eksitensi, awal mula eksitensi, dan akhir eksitensi;
2.
Fisika(thabi’iyat) yang terbagi kedalam beberapa
bagian lagi;
3.
Matematika yang terbagi kedalam beberapa bagian
Bagian kedua (tindakan-tindakan manusia)
dinamakan filsafat praktis (al-‘amaliyyah) yang terbagi kedalam tiga bagian.
1.
Akhlak yang menjadi penyebab bagi kebahagiaan atau
kesesatan manusia;
2.
Manajemen rumah tangga (tadbir al-manzil)serta segala
sesuatu yang berkaitan dengan keluarga
3.
Politik dan manajemen Negara
Karya karya khusus dibidang akhlak bahkan
berbicara tentang manajemen rumah dan politik negara. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa ilmu akhlak merupakan
cabang filsafat praktis. Akan tetapi,karena sekarang jumlah ilmu sedemikian banyak, ilmu akhlak berdiri menjadi ilmu
tersendiri.
2.9 Hubungan Akhlak
dengan
Ilmu Tasawuf
Sebagian
besar pembicaraan tasawuf (irfan) berkaitan dengan pengetahuan tentang
ketuhanan (al-ma’arif al-ilahiyyah), tetapi bukan dengan jalan ilmu dan
pembuktian ilmiah, melainkan dengan jalan penyaksian esoteric (asy-syuhud
al-bathini).
Ini berarti bahwa hati
manusia harus berfungsi bagaikan cermin yang bersih sehingga dapat menangkap
hakikat dan menyingkap tirai.
Untuk
tujuan ilmu tasawuf ini, ilmu akhlak
dapat membantu seseorang untuk menghilangkan berbagai kotoran hati yang dapat
menghalangi pemiliknya dari esensi ketuhanan.
Dapat dikatakan bahwa akhlak
merupakan pintu gerbang ilmu tasawuf. [8]
2.10
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Akidah Dan Ibadah
Islam
telah menghubungkan secara erat antara akidah dan akhlak. Dalam islam, akhlak
bertolak dari tujuan-tujuan akidah. Akidah merupakan barometer bagi perbuatan,
ucapan, dengan segala bentuk interaksi sesama manusia. Berdasarkan keterangan
Al-Qur’an dan As-Sunnah, iman kepada Allah SWT. Menuntut seseorang mempunyai akhlak terpuji.
Keterkaitan
antara akhlak dan akidah dapat dilihat ketika Allah SWT. Mengaitkan keimanan
dengan akhlak mulia. Ketika Al-Qur’an menyuruh berlaku adil, sebelumnya ia
menyebutkan tentang iman . Allah SWT. Berfirman:
يايها الذ ين امنوا كونواقوامين لله شهداء
بالقسط ولا يجر منكم شنا ن قوم على الا تعد لوۗاعد لوا ۗ هو اقر لتقوى ۖ ان الله خبير بما تعملونز
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu
sebagai penegak keadilan karean Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil .dan
jangalah kebencianmu terhadap suatu kaum ,mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil . berlaku adillah. karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa .dan bertaqwalah kepada
Allah ,sungguh, Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan.”
Adapun
kaitan ilmu akhlak dan ibadah dapat dijelaskan bahwa tujuan akhir ibadah adalah
keluhuran akhlak. Ibadah terpenting yang di syariatkan islam dan yang paling
pertama dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Hikmah disyariatkannya shalat adalah menjauhi perbuatan keji
dan mungkar. [9]
2.11
Hubungan Akhlak dengan Iman
Iman menurut bahasa berarti
membenarkan, sedangkan menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati dalam arti
menerima dan tunduk pada apa yang diketahui bahwa hal tersebut dari agama Nabi
Muhammad Saw. Dan ada yang menyatakan lebih tegas lagi bahwa di samping
membenarkan dalam hati, juga menuturkan dengan lisan dan mengerjakan dengan
anggota badan. Kemudian sebagai ulama menyebutkan pula bahwa iman ialah
membenarkan rasul tentang apa yang beliau datangkan dari Tuhannya.
Menurut pandangan islam,
bahwa akhlak yang baik haruslah berpijak pada keimanan. Dengan demikian ,
akhlak yang baik adalah mata rantai daripada keimanan. Kalau iman melahirkan
amal saleh maka dapat dikatakan iman itu telah sempurna. Sedangkan akhlak yang
buruk adalah akhlak yang menyalahi prinsip-prinsip keimanan. Demikian pula
seandainya ada suatu perbuatan yang pada lahirnya baik, tetapi titik tolaknya
bukan karena iman, maka tidak akan mendapat penilain di sisi Allah.
Iman memang merupakan
pedoman dan pegangan yang terbaik bagi manusia dalam rangka mengarungi hidup
dan kehidupan ini, iman menjadi sumber pendidikan paling luhur, mendidik
akhlak, karakter dan mental manusia, sehingga dengan iman tersebut manusia
dapat mengatur keseimbangan yang harmonis antara rohani dan jasmani.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana
yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Dengan
maksud dapat menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.
Orang
yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik dan hidayah sehingga dapat
bahagia didunia dan di akhirat. Kebahagiaan hidup oleh setiap orang selalu
didambakan kehadirannya didalam lubuk hati. Dimana hidup bahagia merupakan
hidup sejahtera dan selalu mendapat ridhai Allah, juga selalu disenangi oleh
sesama mahluk
B. Saran
Dalam
menyusun makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku manusia biasa
menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran khususnya dari dosen pembimbing Bapak Zainul hasan, Drs. M.Ag yang
bersifat membantu agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam
penyusunan makalah yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Solichin,Mohammad
Muchlis.2014. Akhlak Dan Tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila putra
pratama
Anwar, Rosihin. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka setia
Mustofa. 2014. Akhlak Tasawuf.
Bnadung: CV Pustaka Setia
[1] Solichin,Mohammad Muchlis.2014.akhlak dan
tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila putra pratama.hlm,12-13
[2]
Solichin,Mohammad Muchlis.2014.akhlak dan tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila
putra pratama.hlm,13-14
[3]
Solichin,Mohammad solichin.2014.akhlak dan tasawuaf.surabaya :CV. Salsabila
putra pratama.hlm,14-17
Berapa lembar ini
BalasHapus