Filsafat
Pendidikan
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah qiroatul qutub PAI yang diampu oleh Bapak
Azhar Amrullah Hafizh lc M.Th.i
Kelompok
III :
Ahmad Wasik
Amrozi
Adyat rifqi
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senatiasa terkagum
atas apa yang
dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya,
dan mulai menyadari
keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada
agama atau
kepercayaan Ilahiah. Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman
penuh taqwa itu tidak
menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk
mencari tahu apa
sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu
mencari tahu itu
menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses itu
memiliki ciri-ciri
metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat
dipertanggung-jawabkan,
maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan yang; (1) disusun metodis, sistematis dan
koheren (“bertalian”)
tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang (2)
dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
tersebut. Makin ilmu
pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari
kenyataan (realitas),
makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan
(realitas).
Jauh
sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut
sesuatu sebagai suatu
disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika,
matematika, dan lain
sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya
tentang berbagai
hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti
akan kita sebut
sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang
memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar
mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
Bagian
filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran
pertama yang
merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi, 801 – 873 M). Metode
filsafat adalah
metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek
materinya semua yang
ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu
yang ada sampai
akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Sonny
Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentag
bertanya atau
berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu
sendiri) dari segala
sudut pandang. Thinking about thinking. Meski bagaimanapun
banyaknya gambaran
yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk
mendefinisikan secara
konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita
bisa memvonisnya,
karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya,
sejarah dan
perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru
karena itulah mengapa
fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai
segala esensi
kehidupan.
Di
dalam realita hubungannya, berdasarkan suatu asumsi bahwa hubungan filsafat
dengan ilmu
pengetahuan merupakan kegiatan manusia, yaitu prosesnya dan juga dalam
hasilnya. Dilihat
dari hasilnya, filsafat dan ilmu merupakan hasil daripada berfikir manusia
secara sadar,
sedangkan dilihat dari segi prosesnya, filsafat dan ilmu menunjukkan suatu
kegiatan yang
berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia,
dengan metode-metode
tertentu secara sistematis dan kritis.
Filsafat
dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lainnya.
Perbedaan antara
kedua kegiatan manusia itu bukan untuk dipertentangkan melainkan
untuk saling mengisi,
melengkapi, karena pada hakikatnya perbedaan itu disebabkan cara
pendekatan yang
berbeda. Selain hubungan filsafat dengan ilmu, pada makalah ini akan di
bahas tentang
filsafat sebagai metode berfikir dan juga filsafat pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini
dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas lebih jauh,
antara lain:
1. Apa saja
pengertian filsafat?
2. Bagaimana hubungan
antara filsafat dan ilmu ?
3. Bagaimana filsafat
sebagai metode berpikir?
4. Apa-apa saja
aliran filsafat pendidikan?
C.
Tujuan
Berdasarkan masalah
di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengertian filsafat
2. Untuk
mengetahui hubungan antara filsafat dan ilmu
3. Untuk
mengetahui filsafat sebagai metode berpikir
4. Untuk
mengetahui aliran-aliran dalam filsafat pendidikan
D.
Manfaat
Makalah ini ditulis
dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum kepada
masyarakat luas tentang filsafat dan filsafat pendidikan
kepada peserta didik, sehingga
pendidikan dapat
terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Selain itu juga diharapkan dapat
menambah kepustakaan
tentang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Filsafat
1. Secara
Etimologi
Filsafah merupakan
bentuk kata falsafat, yang semula berasal dari bahasa Yunani
yaitu “Philosphia”
yang terdiri dari 2 kata, yaitu ; philos / philein berarti suka, cinta,
mencintai shophia
berarti kebijaksanaan, hikmah, kepandaian ilmu.
Jadi philosophia
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu filsafat dalam
bahasa Belanda yaitu
wijsbegeerte berarti keinginan untuk ilmu Lwijs : pandai, berilmu;
Begerte : keinginan.
Dalam arti praktis filsafat mengandung arti alam berfikir / alam
pikiran, sedangkan
berfilsafah ialah berfikir secara mendalam atau radikal atau dengan
sungguh-sungguh
sampai keakar-akarnya terhadap suatu kebenaran atau dengan kata lain
berfilsafat
mengandung arti mencari kebenaran atas sesuatu.
2. Menurut Para
Filsuf
a. Para filsuf Yunani
/ Romawi Plato (427 – 348 SM)
Filsafat ialah ilmu
pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.
Aristoteles (382 –
322 SM)
Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran, seperti ilmu Metafisika, Logika,
Retorika, Etika
Ekonomi, Politik & Sastetika. Cicero (106 – 043 SM)
Filsafat adalah ibu
dari semua pengetahuan lainnya. Filsafat adalah ilmu pengetahuan
leluhur dan keinginan
untuk mendapatkannya.
b.Para filsuf abad
pertengahan
Descartes (1596 –
1650)
Filsafat adalah
kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi
pokok
penyelidikannya.
Immanuel Kant (1724 –
1804)
Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan.
c.Para pakar
Indonesia
Darji Darmodihardjo
Filsafat adalah
pemikiran dalam usahanya mencari kebijaksanaan dan kebenaran yang
sedalam-dalamnya
sampai keakar-akarnya (radikal, radik-akar), teratur (sistematis) dan
menyeluruh
(universal)
IR. Putjowijatno
Filsafat
adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan
atas pikiran belaka.
Jadi filsafat adalah
usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna
(hakikat) dan
nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera
manusia sekalipun.
Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal
mula dan sifat dasar
alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan
hidupnya.
B.
Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu
Berbagai
pengertian tentang filsafat dan ilmu sebagaimana telah dijelaskan di atas,
maka berikutnya akan
tergambar pula. Pola relasi (hubungan) antara ilmu dan filsafat. Pola
relasi ini dapat
berbentuk persamaan antara ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di
antara keduanya.
Di
zaman Plato, bahkan sampai masa al Kindi, batas antara filsafat dan ilmu
pengetahuan boleh
disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi
perkembangan daya
pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praksis,
berujung pada
loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari
filsafat, tetapi
dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang
didukung dengan
kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat.
Wilayah kajian
filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal
perkembangannya,
dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu, tidak salah
jika kemudian muncul
suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat tidak lagi dibutuhkan
bahkan kurang relevan
dikembangkan oleh manusia. Sebab manusia hari ini mementingkan
ilmu yang sifatnya
praktis dibandingkan dengan filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”.
Tetapi masalahnya
betulkah demikian?
Ilmu
telah menjadi sekelompok pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara
sistematis. Tugas
ilmu menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia mempelajari gejala-gejala
sosial lewat
observasi dan eksperimen.13 Keinginan-keinginan melakukan observasi dan
eksperimen sendiri,
dapat didorong oleh keinginannya untuk membuktikan hasil pemikiran
filsafat yang
cenderung Spekulatif ke dalam bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian,
ilmu pengetahuan
dapat diartikan sebagai keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan
manusia yang telah
dihasilkan oleh hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara
sistematis dalam
bentuk ilmu yang terteoritisasi.14 Kebenaran ilmu dibatasi hanya pada
sepanjang pengalaman
dan sepanjang pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki
pengetahuan yang
koprehensif, yakni; yang luas, yang umum dan yang universal
(menyeluruh) dan itu
tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Lalu
jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan? Menurut Am.
Saefudin, filsafat
dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak
mungkin pada taraf
tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama
artinya dengan
melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan
manusia yang memiliki
sifat untuk terus maju. Ilmu dapat dibedakan dengan filsafat. Ilmu
bersifat pasteriori.
Kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara
berulang-ulang. Untuk
kasus tertentu, ilmu bahkan menuntut untuk diadakannya percobaan
dan pendalaman untuk
mendapatkan esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni;
kesimpulan-kesimpulannya
ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak mengharuskan
adanya data empiris
seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan
kontemplatif yang ini
juga dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh
filsafat
itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan melalui
observasi
dan eksperimen atau
memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan demikian, tidak setiap
filosof dapat disebut
sebagai ilmu, sama seperti tidak semua ilmuwan disebut filosof. Meski
demikian aktifitas
berpikir. Tetapi aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan
aktifitas berpikir
filosof. Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka hasil kerja filosofis
dapat dilanjutkan
oleh cara kerja berfikir ilmuwan. Hasil kerja filosofis bahkan dapat
menjadi pembuka bagi
lahirnya ilmu. Namun demikian, harus juga diakui bahwa tujuan
akhir dari ilmuwan
yang bertugas mencari pengetahuan, sebagaimana hasil analisa Spencer,
dapat dilanjutkan
oleh cara kerja berpikir filosofis.
Di samping sejumlah
perbedaan tadi, antara ilmu dan filsafat serta cara kerja
ilmuwan dan
filosofis, memang mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama
mencari kebenaran.
Ilmu memiliki tugas melukiskan, sedangkan filsafat bertugas untuk
menafsirkan
kesemestaan. Aktivitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab
pelukisan fakta.
Sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana
sesungguhnya fakta
itu, dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya. Berbagai gambaran
di atas
memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya
ilmu pengetahuan,
namun di sisi yang lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja
akhir ilmuwan.
“Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu
pengetahuan (mother
of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas
keilmuan yang tidak
dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa
demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari
temuan filosofis
melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai
pencabangan ilmu.
Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu
yang lepas dari
filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan
untuk kepentingan
perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk
mengkaji ilmu
pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan, yang
kemudian berkembang
lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut sebagai filsafat
ilmu. Metode
filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang
bertanya. Sedang
objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan
hakikatnya. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang
ada sampai akhirnya
menemukan kebijaksanaan universal.
C.
Filsafat sebagai Metode Berpikir
1. Berpikir bagi
manusia
Berpikir itu berbeda
dengan pikiran. Adapun batas-batas perbedaan adalah:
- Berpikir
yaitu aktivitas jiwa yang disebut pikiran untuk menentukan hubungan atau
sangkut paut antara
pengetahuan-pengetahuan dan atau masalah yang dihadapi
- Pikiran yaitu
kemampuan jiwa untuk menentukan hubungan antara pengetahuan-
pengetahuan dan atau
sangkut paut masalah yang dihadapi
2. Hasil proses
berpikir
a. Pengertian atau konsep
b. Pendapat atau keputusan
c. Kesimpulan atau pemikiran
3. Bentuk-bentuk
berpikir
a. Berpikir secara pengalaman (Routine thinking)
b. Berpikir secara ingatan (Representative
thinking)
c. Berpikir reproduktif
d. Berpikir kreatif
e. Berpikir rationil
4. Aspek-aspek
peranan berpikir dalam kehidupan manusia
a. Aspek
ekonomis
b. Aspek
kulturil (kebudayaan)
c. Aspek
peradaban
5. Faedah
dan bahaya berpikir
Ditinjau dari segi
faedahnya antara lain:
- dengan berpikir
terciptalah ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia
- berpikir memberikan
tuntutan kepada manusia dalam usahanya mencari jalan yang
benar dan baik
- berpikir dapat
memberikan penyelesaian dalam usaha memecahkan persoalan hidup
Adapun bahayanya
antara lain adalah:
- karena berpikir
ditemukan jalan kearah perbuatan yang sesat
- dengan berpikir di
buatlah alasan-alasan untuk membenarkan perbuatan yang sesat
- dengan berpikir
dapat menimbulkan rasa bahwa akal itu dapat mengetahui segala-
galanya.
D.
Aliran-Aliran dalam Filsafat Pendidikan
1.
Aliran Filsafat pendidikan Progresivisme
Aliran
progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme
dalam sebuah realita
kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan
hidup. Dinamakan
instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan
intelegensi manusia
sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk
mengembangkan
kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini
menyadari dan
mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan
dinamakan
environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu
mempengaruhi
pembinaan kepribadiaan. Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini,
antara lain, adalah
William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan
Georges Santayana.
Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di
dunia pendidikan saat
ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada anak
didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara
berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa
terhambat oleh
rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, filsafat progesivisme
tidak menyetujui
pendidikan yang otoriter. John Dewey memandang bahwa pendidikan
sebagai proses dan
sosialisasi. Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat
mengambil
kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu,
dinding pemisah
antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik
tidak cukup di
sekolah saja.Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi
pendidikannya
berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari
masyarakat. Dan untuk
itu, sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian karakteristik
atau kekhasan
lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk
dapat melestarikan
usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat
memberikan wawasan
kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau
kekhususan daerah
itu. Untuk itulah, fisafat progresivisme menghendaki sisi pendidikan
dengan bentuk belajar
“sekolah sambil berbuat” atau learning by doing. Dengan kata lain
akal dan kecerdasan
anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula
bahwa sekolah tidak
hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of
knowledge), melainkan
juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value),
sehingga anak menjadi
terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk
itulah sekat antara
sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
2.
Aliran Filsafat pendidikan Esensialisme
Aliran
esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah
ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada
zaman Renaisance
dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan
aliran ini lebih
fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin
tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-
nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas. Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai
tinjauannya mengenai
pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut
idealisme, pada tarap
permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke
luar untuk memahami
dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut
Immanuel Kant, segala
pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan
unsure apriori, yang
tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan
dengan benda-benda,
bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan
waktu. Bentuk, ruang
, dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman
atu pengamatan. Jadi,
apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda
itu yang terarah pada
budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan
mengambil landasan
pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual
yang membina dan
menciptakan diri sendiri. Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan
filosof , menerangkan
tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental
adalah keadaan ruhani
yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima
apa saja yang telah
ditentukan dan diatur oleh alam sosial. Jadi, belajar adalah menerima
dan mengenal secara
sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk
ditambah, dikurangi
dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
3.
Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme
Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan
sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik
teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini
diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang
memberikan
kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah,
perenialisme
berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas
merupakan tugas yang
utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan. Menurut
perenialisme, ilmu
pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuanlah
seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka
kebenaran itu akan
dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
pertama adalah modal
bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
Dengan pengetahuan,
bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan
memahami
faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan
penyelesaian
masalahnya. Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang
menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini
merupakan buah
pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat
menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu
pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan
sumbangan kepada
perkembangan zaman dulu. Sekolah, sebagai tempat utama dalam
pendidikan,
mempersiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan
pengetahuan.
Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran
(pengetahuan) kepada
anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam nidang
akalnya sangat
tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan.
4.
Aliran Filsafat pendidikan Rekonstruksionisme
Kata
Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti
menyusun kembali.
Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan
suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak
modern. Aliran
rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme,
yaitu berawal dari
krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985:
340), kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang
mempumyai kebudayaan
yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan
kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan
dunia merupakan tugas
semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya
intelektual dan
spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali
manusia dengan nilai
dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru
dalam pengawasan umat manusia.Di samping itu, aliran ini memiliki
persepsi bahwa masa
depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah
oleh rakyat secara
demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita
demokrasi yang
sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi
kenyataan, sehingga
mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan
kemakmuran serta
keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan,
nasionalisme, agama
(kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
5.
Aliran Filsafat pendidikan Idealisme
Tokoh
aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran
idealisme merupakan
suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita
adalah gambaran asli
yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran
asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa
dan cita melahirkan
suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta
menganggap bahwa yang
nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak
mengalami perubahan
serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan ideal.
Keberadaan idea tidak
tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa
murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia
idea, sebab posisinya
tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat
murni dan asli.
Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak
bisa dijangkau oleh
material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang
tidak berbentuk
demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang
dikatakan dunia
idea.Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah
menentukan kedudukan
yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas
masin-masing dalam
masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan
dan kebijaksanaan
yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan
ke bawah. Misalnya,
dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai
kepada pekerja dan
budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah
bertahun-tahun
mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat
superioritasnya dalam
melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup
menurut kebenaran
tertinggi.Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal
dengan istilah ide,
Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide
tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam
menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui
jalan yang pasti,
sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan
dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari. Kadangkala dunia
idea adalah pekerjaan
norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang
arealnya merupakan lapangan
metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon,
rohani merupakan
sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya,
yaitu intuisi dengan
melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar
yang tak dapat
dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif. Aliran idealisme
kenyataannya sangat
identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam
realita. Pertama,
yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam
lingkungan ini
seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian
seterusnya. Kedua,
adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna
(idea), gagasan dan
pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli,
kemudian kemutlakan
dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena
idea merupakan wujud
yang hakiki. Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang
ada. Yang nyata di
alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan
bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan
ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche
yang merupakan tempat
kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan,
arche, sifatnya kekal
dan sedikit pun tidak mengalami perubahan. Inti yang terpenting dari
ajaran ini adalah
manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi
dibandingkan dengan
materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap
suatu hakikat yang sebenarnya,
sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari
roh atau sukma.
Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang
keadaannya secara
metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi
gerakan tersebut
untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan
manusia. Demikian
juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu,
adanya hubungan
rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru. Maka
apabila kita
menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada
dasarnya membicarakan
tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita,
di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada
kenyataan rohani
sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki
nilai-nilai
kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.Memang para filosof ideal
memulai sistematika
berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas
yang tertinggi adalah
alam pikiran. Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi
pelaksanaan dari
paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme.
Namun
pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan
tentang hakikat alam
yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar
benda yang nyata
sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang
dilakukan pada
dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah
idealisme dipandang
lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat
menjangkau hal-ihwal
yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau
diubah oleh materi,
Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan
memungkinkan
alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan
demikian, dunia pun
terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia
kelihatan (boraton
genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini
menjadi sasaran studi
bagi aliran filsafat idealisme .Plato dalam mencari jalan melalui teori
aplikasi di mana
pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada
di hadapan manusia.
Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di
balik alam nyata.
Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam
ajaran idealisme
khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih
banyak membahas
tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan
keterangan hakikat
itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu
bersifat dinamis dan
tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran
Plato itu maka ahli
sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian
pendapat dan buah
pikirannya yang pokok dan utama.
6. Aliran Filsafat Pendidikan Realisme
Aliran
ini berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan hakikat
yang asli dan abadi.
Kneller membagi realisme menjadi dua :
1. Realisme rasional,
memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar
pikiran yang
mengamatinya, terdiri dari realisme klasik dan realisme religius.
2. Realisme natural
ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi
akal manusia,
melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas,sebab akibat,
serta aturan-aturan
alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri. Selain
realisme rasional dan
realisme natural ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai
realisme, yaitu
neo-realisme dan realisme kritis. Neo-realisme adalah pandangan dari
Frederick Breed
mengenai filsafat pendidikan yang hendaknya harmoni dengan prinsipprinsip demokrasi,
yaitu menghormati hak-hak individu. Sedangkan realisme kritis
didasarkan atas
pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan pandangan berbeda
antara empirisme dan
rasionalisme, skeptimisme dan absolutisme, serta eudaemonisme
dengan prutanisme
untuk filsafat yang kuat.
7.
Aliran Filsafat Pendidikan Materialisme
Aliran
ini berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan spiritual, atau
super natural.
Demokritos ( 460-360 SM ) merupakan pelopor pandangan meterialisme
klasik yang disebut
juga “ atomisme “ Demokratis beserta para pengikutnya beranggapan
bahwa segala sesuatu
terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (
yang disebut
atom-atom ). Atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata
kita tidak dapat
melihatnya. Atom-atom ini bergerak, sehingga dengan demikian
membentuk realitas
pada panca indra kita. Karakteristik umum materialisme pada abad
delapan belas
berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada
sifat-sifat yang
sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang, asuksi tersebut
menunjukkan bahwa :
1) Semua sains biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi,
dan yang lain
ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal ( sebab
akibat ). Jadi, semua
sains merupakan cabang dari sains mekanika. 2) Apa yang dikatakan
jiwa ( mind ) dan
segala kegiatannya ( berfikir, memahami ) adalah merupakan suatu
gerakan yang kompleks
dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang
lainnya.3) Apa yang
disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan
dan kesenangan, serta
kebebasan hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan.
8.
Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Dipandang
sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada
filsafat empirisme
Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang
manusia alami.
Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce,
wiliam James, John
Dewey, Heracleitos. Abad ke-19 menghasilkan tokoh-tokoh pemikir,
diantaranya ialah
Karl Marx (1818-1883) di kontinen Eropa dan William James (18421910)
di kontinen Amerika.
Kedua pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran.
Marx, yang
terpengaruh positivisme, melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis,
melahirkan
pragmatisme. Baik sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya
kemanusiaan dapat
menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan
ekonomi. Arti umum
dari pragmatisme ialah kegunaan,kepraktisan, getting things
done.Menjadikan
sesuatu dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James
berpendapat bahwa
kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi manusialah yang
menciptakan
kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is useful.
Karena
kriteria kebenaran
itulah, pragmatisme sering dikritik sebagai filsafat yang mendukung
bisnis dan politik
Amerika. Dengan adanya pragmatisme tidak ada sosialisme di Amerika.
(Ada
memang Partai Komunis Amerika dan toko-toko buku Marxisme. Tetapi, baik
sosialisme maupun
komunisme tidak pernah diperhitungkan dalam dunia politik). Kaum
buruh Amerika juga
menjadi pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan.
Hampir-hampir tidak
ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New
Left pada akhir
1960-an dan awal 1970-an.
9.
Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat
pada manusia
individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara
mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak
mengetahui mana yang
benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar
bahwa kebenaran
bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan
sesuatu yang
menurutnya benar. Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam
filsafat, khususnya
tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an
manusia, dan
keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang
berhubungan dengan
eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan
itu? bagaimanakah
manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu
kebebasan,
eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap
kebebasan kecuali
kebebasan itu sendiri. Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme
paling dikenal hadir
lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya “human is
condemned to be
free”, manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah
kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi
kebebasan
eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau “dalam
istilah
orde baru”, apakah
eksistensialisme mengenal “kebebasan yang bertanggung jawab”? Bagi
eksistensialis,
ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan
dari kebebasan dari
setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi
eksistensialis, bukan
melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar
bahwa keberadaan
dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi
bukan membuat sesuatu
yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari
eksistensialisme.
Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan
tanggung jawabnya
dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau
tidak mau kita akan
terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis
dan sebagainya,
tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi
dokter atas keinginan
orang tua, atau keinginan sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.Filsafat adalah
queen of knowledge (ibu/induk dari segala ilmu pengetahuan).
2.Ilmu pengetahuan :
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan: pengetahuan yang mempunyai
objek, metode &
sistematika tertentu.
Pengetahuan : segala
sesuatu kebenaran yang diterima oleh manusia baik yang telah teruji
menjadi ilmu maupun
yang belum teruji.
Jadi ilmu pengetahuan
mempelajari gejala alam sebagaimana adanya ilmu pengetahuan
bersifat netral /
independen, yakni tidak mengharuskan atau melarang sesuatu.
Perbedaannya ilmu
bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujianpengujian
secara berulang-ulang
sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulankesimpulannya
ditarik tanpa
pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data
empiris seperti yang
dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di samping adanya
perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu
sama-sama mencari
kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk
menafsirkan
kesemestaan aktivitas ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab
pelukisan fakta,
sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana
sesungguhnya fakta
itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya
Filsafat pendidikan
merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat
pendidikan akan
berangkat dari filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan
cara kerja filsafat
dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil
pemikiran manusia
tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat
berbagai
mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme,
dan
lain-lain. Karena
filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat
beraneka ragam
alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai
aliran,
sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Brubacher (1950)
mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
a. Filsafat
pendidikan “progresif”
Didukung oleh
filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari
Roousseau
b. Filsafat
pendidikan “ Konservatif”
Didasari oleh
filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan
supernaturalisme atau
realisme religius.
B.
Saran
Dengan mengetahui
filsafat dan filsafat pendidikan diharapkan calon pendidik dapat
memberikan
pengetahuan kepada peserta didik sehingga tujuan untuk
menumbuhkembangkan
potensi kemanusiaan dapat dilakukan dengan tepat dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Noor syam, Pendidikan-Filsafat,
Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hlm. 154
Mohammad Noor syam, Pendidikan-Filsafat,
Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hlm 340
Poedjawijatna, Pembimbing
kearah Filsafat. Jakarta : PT. Pembangunan, 1980, hlm 120121
Zuhairini , Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991 hlm 24
Zuhairini , Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991 hlm 21
24
409
25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar