Rabu, 25 Desember 2019

KEUTAMAAN SHOLAT SUNNAH


KEUTAMAAN SHOLAT SUNNAH


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang diampu oleh Ibu Masyithah Maghfirah Rizam, SS, M.PD

Oleh :
SYIFANAJUWA
NIM.201607010-----
 





                                                                                                                                      


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016




BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Dalam makalah ini penulis membahas tentang keutamaan sholat sunnah, yakni sholat yang mendapat pahala jika dikerjakan dan tidak berdosa jika tidak dikerjakan. Penulis mengetahui bahwa sholat sunnah dapat menambah kekurangan yang mungkin terdapat pada sholat fardhu. Dalam hal ini penulis sebagai orang muslim juga ingin meningkatkan amalan ibadah dan ketakwaan kepada sang Pencipta tanpa melihat itu dianjurkan atau tidak. Sebagaimana yang telah penulis ketahui, sholat sunnah banyak sekali diantaranya seperti sholat dhuha, tahajjud, istisqa’, dan banyaak lagi.
            Rasulullah saw pernah mengatakan dalam sebuah hadits “....bantulah aku dalam memenuhi permintaanmu itu dengan cara engkau perbanyak sujud”. Perbanyak sujud adalah dengan cara melakukan atau mengerjakan shalat-shalat sunnah. Sebab sujud tidak akan banyak kecuali dengan memperbanyak shalat, bnyak daan sedikit shalat berkaitan dengan shalat sunnah.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian shalat sunnah ?
2.      Apa saja macam-macam shalat sunnah ?
3.      Apakah keutamaan shalat sunnah ?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian shalat sunnah
2.      Menjelaskan macam-macam shalat sunnah
3.      Menjelaskan keutamaan dari shalat sunnah





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Shalat Sunnah
            Shalat ada dua macam yaitu fardhu dan sunnah. Shalat fardhu juga dibagi dua yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Hukum fardhu ain adalah wajib bagi setiap muslim yang mukallaf (dewasa), baik laki-laki maupun perempuan. Itulh shalat lima waktu. Sedangkan hukum fardhu kifayah adalah wajib dikerjakan namun apabila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur. Itulah menshalati jenazah muslim.[2]
            Shalat ath-tathawwu’ yaitu shalat sunnah. Tathawwu’ ialah perbuaatan baaik yang dilakukaan seseorang haamba atas inisiatif sendiri yang tidak diwajibkan oleh syariat dimana jika dikerjakan mendapat pahala dan jika tidak dikerjakan tidak akan berdosa.[3]

B.     Macam-Macam Shalat Sunnah
            Seperti yang telah diketahui bahwa ada banyak macam shalat sunnah. Namun penulis hanya akan membahas beberapa macam saja diantaranya :
1.      Shalat Sunnah Muakkad
Shalat sunnah muakkad merupakan shalat yang dianjurkan secara tegas atau shalaat sunnah yang dikerjakan secaara berjemaah.[4]
a.    Shalat Idul Fitri dan Idul Adha
         Shalat ‘Iedain yaitu iedul fitri dan iedul adha. Kata al-‘ied menurut orang arab adalah pertemuann musiman untuk bergembira ria. Kata al-‘ied berasal dari kata ‘aud (dikasrahkan huruf pertama dan disukunkan huruf kedua. Huruf و diubah menjadi ي karena berbaris sukun dan huruf sebelumnya berbaris kasrah) jamaknya ‘ayaad dngan huruf ي untuk membedakan antara kata ini dengan kata ‘awaad khasyab (tonhgkat kayu). Iedul fitri disyariatkan pada tahun kedua hijriyah.
         Adapun shalat iedul adha, ada yang mengatakan disyariatkan pada tahun kedua. Disyaritkan oleh At-Tarmidzi dan Ahmad dari Ibnu Umar Ra berkata “Rasulullah saw pernah tinggal di Madinah Selama 10 tahun melaksanakan qurban”. Ini berarti bahwa iedul adha disyariatkan sejak tahun pertama hijriyah.[5]
1)      Hukum Melaksanakan Shalat ‘Id
         Hukum melaksanakan shalat hari raya adalah fardhu kifayah. Nabi dan para khalifah setelahnya selalu melaksanakannya. Ia adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan) kepada semua muslim laki-laki dan perempuan.
Firman Allah SWT :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ                                                                                                    
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS: Al-Kautsar(108):2)
2)      Syarat-Syarat Shalat ‘Id
         Syarat shalat hari raya sama dengan syarat shalat JUmat, kecuali dua khutbah dalam shalat hari raya, hanya sunnah semaata dan dilakukan sesudah shalat.
3)      Waktu Pelaksanaan
         Yakni semenjak matahari meninggi di waktu pagi seukuran satu panah hingga tergelincirnya matahri. Jika tidak diketahui shalat hari raya kecuali setelah tergelincirnya matahari, maka dilaksanakan keesokan harinya dengan meng-qadha’nya.
4)      Tata Cara Shalat ‘Id
         Shalat hari raya terdiri dari dua rakaat sebagaimana perkataan Umar Bin Khattab Ra :
صَلاَةُ الْفِطْرِوَالأَضْحَى رَكْعَتَانِ , رَكْعَتَانِ, تَمَامٌ غَيْرَ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى            
“Shalat hari raya fithrah dan hari raya kurban adalah dua rakaat, dua rakaat, dengan sempurna bukan qashar sesuai dengan perintah Nabi kalian. Sungguh tercela orang yang berdusta” (HR: Ahmad)
5)      Hikmah Disyariatkan Shalat ‘Id
         Shalat ‘id merupakan identitas agama yang paling nyata. Ia juga merupakan kekhususan umat Muhammad saw untuk merealisasikan syukur kepada Allah SWT atas pelaksanaan puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah. Dan juga ajakan untuk berkasih sayang kepada sesame muslim, berkumpul, dan penyucian jiwa.[6]
b.   Shalat Istisqa’
           Istisqa’ adalah memohon kepada Allah agar diturunkan hujan disaat musim kemarau. Kata As-Siqaayah dan As-Saqyu artinya air bumi dan air hujan, karena biasa dipakai untuk minum dan memberi hujan.
1)      Hikmah Disyariatkan Shalat Istisqa’
         Allah menciptakan dan menjadikan fithrah-Nya untuk menghadap Allah dank kepada-nya ketika mengharap sesuatu yang sangat dibutuhkan atau diliputi kecemasan. Shalat istisqa’ merupakan salah satu bentuk fenomena fithrah tersebut. Seorang muslim menghadap Tuhannya untuk meminta hujan ketika ia sangat membutuhkannya.
2)      Hukum Melaksanakan Shalat Istisqa’
         Shalat Istisqa’ adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Rasulullah saw pernah melakukannya dan mengumumkan kepada para sahabat, dan mereka keluar untuk melaksanakan di lapangan.
3)      Waktu Pelaksanaan
         Adapun waktu, sifat, dan hukum-hukumnya sama seperti shalat ‘Id.
4)      Pelaksanaannya
         Dianjurkan agar imam mengumumkan pelaksanaan shalat istisqa’ beberapa hari sebelum waktunya, menyeru manusia agar bertaubat kepda Allah dari segala bentuk kesalahan yang telah dilakukan karena hal itu yang menyebabkan kekeringan. [7]
c.    Shalat Gerhana
           Kusuf ialah berubah menjadi hitam. Dikatakan asy-syamsu jika matahari berubah menjadi hitam dan cahayanya meredup. Khusuf juga mempunyai makna yang sama. Para pakar bahasa berkata, “Bahasa yang paling fasih adalah kusuf untuk gerhana matahari dan khusuf untuk gerhana bulan” Walaupun kedua kata dilakukan untuk kedua gerhana.[8]
1)      Waktu Pelaksanaan
         Shalat gerhana dimulai sejak dimulainya gerhana hingga ia berakhir. Ia tidak bisa diganti apabila gerhana telah selesai. Tidak ada perintah untuk melaksanakan shalat gerhana setelah selesai, karena waktunya telah berakhir.
2)      Hukum Pelaksanaaan
وَمِنْ أَيَتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَتَسْجُدُوْا للشّمْسِ وَلاَ للِقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ                                                                                                                 
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan. Tetapi, bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah” (QS. Fushshilat : 37)
         Apabila terjadi gerhana matahari atau bulan, maka disunnahkan melaksanakan shalat gerhana secara berjemaah seperti yang telah dijelaskan dalam firman Allah SWT diatas.
3)      Tata Cara Pelaksanaan
         Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat. Pada rakaat pertama membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya yang panjang, kemjudian ruku’ yang lama. Setelah itu melakukan I’tidal dan kembali membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya yang panjang. Kemudian ruku’ I’tidal dan sujud dua kali yang lama. Kemudian bangun untuk ruku’ kedua sama dengan rakaat pertama namun lebih pendek dalam segala halnya. Inilah cara yang paling tsabit (kuat). Jika dilakukan dengan tiga kali rukuk, atau empat, atau lima maka hal itu diperbolehkan jika memang diperlukan.
4)      Hikmah Disyariatkan Shalat
         Gerhana terjadi ketika tertutupnya cahaya matahari atau bulan. Ia termasuk salah satu tanda-tanda kebesaran Allah SWT untuk mengajak manusia agar bersiap-siap (menghadap kematian dan hari kiamat). Agar selalu merasa diawasi oleh Allah SWT dan kembali kepada-Nya ketika terjadi pergantian situasi. Ia juga mengajak untuk tafakkur (memikirkan) atas keagungan Allah SWT dan ketetapan-Nya terhadap semesta ini.[9]
2.      Shalat Sunnah Ghairu Muakkad
Shalat sunnah ini merupakan shalat yang dianjurkan secara tidak tegas atau shalat sunnah yang dikerjakan secara munfarid (sendiri-sendiri).[10]
a.    Shalat Dhuha
        Dhuha berarti waktu naiknya matahari di siang hari, sehingga shalat pada saat itu dinamakan shalat Dhuha. Shalat ini disyariatkan dan dianjurkan, mengingat manfaat dan keutamaannya yang sangat besar, seperti yang telah dijelaskan pada hadits Nabi berikut yang artinya : “Setiap ruas persendian salah seorang kalian menunaikan sedekah setiap jelang pagi. Tiap ucapan tasbih dan tahlil adalah sedekah. Satu kali ucapan takbir adalah sedekah. Memerintahkan salah satu kebaikan adalah sedekah. Mencegah satu kemungkaran adalah sedekah. Cukuplah bagi semua orang dari semua itu (jika ia menjalankan) dua rakaat shalat yang ditunaikan pada waktu Dhuha”.
1)      Waktu Pelaksaan Shalat
        Shalat dhuha ini dimulai dari naiknya matahari sekitar satu atau dua tombak sampai tergelincirnya matahari. Shalat ini dianjurkan sebagian hari bukan setiap hari.
2)      Jumlah Rakaat Shalat
         Shalat Dhuha dilakukan paling kurang sebanya dua rakaat. Rasulullah saw pernah melakukannya empat atau enam rakaat, dan paling banyak delapan rakaat. Tidak diisyaratlkan untuk melakukannya terus menerus.
b.   Shalat Istikharah
        Barangsiapa memiliki keinginan  atas suatu perkara sedangkan ia tidak mengetahui sisi kebenarannya secara pasti, maka ia diisyaratkan melakukan shalat dua rakaat dan  berdoa sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah saw. Namun, hendaknya sebelum ia melaksanakan shalat tersebut hendaknya ia berkonsultasi dan meminta petunjuk kepada ahli ilmu. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَشّاوِرْهُمْ فِيْ الْأَمْرِ                                                                                                            
“Dan bermusyawarhlah dengan merka dalam urusan itu”. (QS.Ali Imran: 159)
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ                                                                                                         
“Sedang urusan mereka (diputuskan dengan musyawarah antara mereka)”. (QS. Asu-Syura: 38)[11]

C.    Keutamaan Shalat Sunnah
              Diantara nikmat Allah SWT kepada hamba-Nya adalah disiapkannya untuk mereka berbagai ibadah yang sesuai dengan tabiatnya sebagai manusia. Mereka juga mendapatkan apa yang diinginkannya lewat pelaksaan amal dengan cara yang benar. Karena manusia memiliki potensi untuk salah dan tidak sempurna, maka Allah SWT mensyariatkan sesuatu yang bisa menyempurnakan kekurangannya. Diantaranya adalah shalat shunnah. Telah tsabit (tetap) dari Rasulullah saw bahwasannya shalat sunnah bisa menyempurnakan shalat wajib jika orang yang shalat tersebut tidak bisa melakukan shalatnya dengan sempurna. Serta shalat sunnah juga memberikan keutamaan agar semakin dekat dan mematuhi perintah Allah dan bersyukur dalam segala hal serta mengingat bahwasannya di dunia ini berada hanya sementara dan dunia ini sebagi tempat ujian serta tempat untuk menabung bekal untuk akhirat kelak.[12]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Shalat sunnah atau thathawu’ ialah perbuatan baik yang dilakukan sorang hamba atas inisiatif sendiri yang tidak diwajibkan oleh syariat dimana  jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika tidak juga tidak akan berdosa.
            Seperti yang telah kita ketahui ada beberapa macam shalat sunnah diantaranya shalat ‘Id, shalat istisqa’, shalat gerhana, shalat dhuha daan shalat istikharah. Dari sekian yang da shalat sunnah memiliki perbedaan dari segi tata cara, waktu pelaksanaan, hukum pelaksanaan.
            Sebagaimanaa yang telah dibahas shalat sunnah memiliki banyak kegunaaan daan keutamaan untuk mengerjakannya. Salah satunya yaitu shalat sunnah dapat menyempurnakan shalat wajib jika orang yang mengerjakannya tidak sempurna. Diantara hikmah yang lainnya adalah agar kita bisa mendekatkan diri kepada Allah, mengingat kematian, dan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
B.     Saran
            Setelah kita mengetahui pengertian shalat sunnah dan keutamaan shalat sunah seperti yang penulis paparkan di depan, dari hal itu penulisberharap semoga kita dapat melaksanakan shalat sunnah dengan mengetahui keutamaannya. Semoga amal ibadah kita diterima disisi-Nya











[1] Imam Ibnu Hajar al’Asqolaany, Kitab As Shalat (Saudi Arabia:Darul Furqon,1430),  hlm. 152.
[2] Shalih Bin Ghanim As-Sadlan dan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islam (Surabaya:Pustaka eLBA,2007), hlm. 50.
[3] Al’Asqolaany, Kitab As Shalat,hlm.151.
[4] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah (Jakarta:Amzah,2009), hlm. 228.
[5] Al’Asqolaany, Kitab As Shalat, hlm. 231.
[6] Shalih Bin Ghanim As-Sadlan dan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islam (Surabaya:Pustaka eLBA,2007), hlm. 74.
[7] Ibid. 77.
[8] Imam Ibnu Hajar al’Asqolaany, Kitab As Shalat (Saudi Arabia:Darul Furqon,1430),  hlm. 241.
[9] Shalih dan Al Munajjid, Intisari Fiqih, hlm. 78.
[10] Ibid. 80.
[11] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah (Jakarta:Amzah,2009), hlm. 332.
[12] Shalih dan Al Munajjid, Intisari Fiqih, hlm. 52.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar