Pengertian, Objek Kajian, dan Manfaat
Mempelajari Ilmu Akhlak
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
kekuatan lahir batin sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing serta memberi
arahan kepada kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
kami.
Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menambah pemahaman
serta wawasan kita tentang pembagian
hadits dari segi kualitasnya meliputi hadits shahih, hasan, dan syaratnya.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh
karena itu, kepada semua pembaca dan pakar dimohon saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada
semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik demi sempurnanya makalah
ini, kami ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Aamiin
ya Rabbal ‘Alamiin
Pamekasan, 29 Agustus 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANNTAR............................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar
Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan
Penulisan.............................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................ 2
A. Pengertian
Ilmu Akhlak................................................................... 2
B. Objek
Kajian Ilmu Akhlak............................................................... 5
C. Manfaat
Mempelajari Ilmu Akhlak.................................................. 7
BAB
III PENUTUP.................................................................................... 10
A. Kesimpulan...................................................................................... 10
B. Saran................................................................................................ 11
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 12
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu
perjalan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan
bila misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor
pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya
yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Kepada
umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta
agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhamad SAW. itu
dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi
permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
Bertitik
tolak dari hal tersebut maka kami tertarik untuk membahas masalah pengertian
ilmu akhlak, objek kajian, dan manfaat mempelajari ilmu akhlak. Mudah-mudahan
dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang ilmu akhlak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan ilmu akhlak?
2. Apa
saja objek kajian dalam ilmu akhlak?
3. Apa
saja manfaat mempelajari ilmu akhlak?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk memenuhi
tugas dari dosen.
2.
Untuk
menjelaskan tentang pengertian ilmu akhlak.
3.
Untuk
menjelaskan tentang objek kajian ilmu akhlak.
4.
Untuk
menjelaskan tentang apa saja manfaat mempelajari ilmu akhlak.
BAB
I
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Akhlak
Sebelum
membahas ilmu, maka penting untuk diketahui apa itu akhlak. Akhlak berasal dari
Bahasa Arab, isim masdar dari kata akhlaka, yukhliqu, ikhlaqan yang
berarti perangai (sajiyah, al tahabi’ah) yang berarti prilaku, tabi’at, watak
dasar.
Sebenarnya
sebagai kata mufrad sebagaimana diatas, kata akhlak yang diambil dari
kata masdar dari kata akhlaka, yukhliqu. Kata masdar dari
kata-kata itu adalah ikhlaqan. Berdasarkan hal diatas, maka kata akhlak
bukanlah isim masdar, tapi isim jamid atau ghairu musytaq,
yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata.
Kata
akhlak adalah jama’ dari kata khuluqun. Kata khuluqun inilah yang
dipakai dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Penggunaan kata khuluq dapat
dijumpai dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4 : “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang baik”. Ayat al-Qur’an ini menggunakan akhlak
dalam arti budi pekerti/perangai.
Demikian
juga kata khuluq dijumpai dalam al-Qur’an surat al-Su’ara’ ayat 127 :
“(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu”. Dalam ayat
ini kata khuluq berarti kebiasaan/adat yang telah berlangsung sejak
lama.
Sedangkan
kata khuluq juga digunakan dalam hadits yaitu “ Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah mereka yang memiliki budi pekerti yang paling baik”.
Kata akhlak digunakan dalam hadits berbunyi “Bahwasanya aku diutus untuk
menyempurnakan budi pekerti yang mulia”.
Dengan
demikian, kata akhlak dan khuluq sama-sama dapat diartikan dengan budi
pekerti/perangai, tabiat, dan adat kebiasaan yang telah berlanngsung lama.
Sedangkan pengertian akhlak secara terminologi dapat dilihat dari beberapa
pendapat para ahli :
1)
Menurut al Ghazali adalah :
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan berbagai jenis perbuatan dengan gampang dan mudah dengan tidak
membutuhkan pertimbangan dan perenungan”.
2)
Meurut ibn Maskawih adalah :
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan
pertimbangan”.
Dari definisi berbagai
pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan suatu perbuatan dengan mudah tanpa pemikiran dan pertimbangan.
Dengan definisi-definisi diatas,
maka akhlak dapat digambarkan sebagai berikut :
Pertama, akhlak
adalah perbuatan yang tertancap dalam jiwa manusia secara kuat dan mendalam
sehingga telah menjadi watak, karakter, dan kepribadiannya. Sehingga ketika
seorang dikatakan mempunyai akhlak tertentu maka ia akan memperlihatkan sifat
dan perangai yang disandangkan kepadanya. Misalnya Ahmad dikatakan memiliki
kahlak yang rendah hati (tawadlu’), maka sifat itu terpencar dalam semua
aktivitas kesehariannya, yaitu rendah hati kepada siapapun yang dihadapannya dalam semua kondisi dan
situasi. Demikian juga ketika si fulan dikatakan sebagai seorang yang mempunyai
akhlak, perangai, dan sifat sombong, maka ia akan selalu menampilkan sifat dan
perangai itu ke semua orang dalam setiap kesempatan.
Kedua, akhlak
sesorang bersifat mudah untuk dikerjakan. Ciri ini menggambarkan bahwa
seseorang yang memiliki akhlak tertentu maka ia dengan mudah melakukannya tanpa
dipaksa dan disuruh sekalipun, karena pekerjaan itu telah menjadi kebiasaan
sehari-hari. Misalnya ketika seseorang disebut memiliki akhlak atau sifat
dermawan, maka ia akan dapat melakukan aktivitas kedermawanannya dengan mudah
tanpa kesulitan karena ia telah terbiasa melakukannya, seperti ketikaia melihat
orang yang sedang kesusahan dan keterhimpitan, atau ketika ia masuk kemasjid,
maka dengan mudah ia akan menyisihkan sebagian hartanya untuk dibelanjakan
dijalan Allah atau untuk meringankan penderitaan yang sedang dialami orang
lain.
Ketiga, bahwa
akhlak adalah sifat, perangai yang ketika akan melaksanakannya tidak memerlukan
pertimbangan dan pemikiran. Ini dapat dimaknai bahwa sesorang yang mempunyai
akhlak tertentu, akan dapat melaksanakan tabiat, sifat secara otomatis, tanpa
melalui pertimbangan panjang dan berbelit-belit. Bukan berarti tidak melalui
kontrol akal/kontrol kesadaran untuk melakukannya, dengan otomatis (kalau tidak
dikatakan refleks) ia dapat melakukan perilaku tersebut.
Dorongan jiwa yang
melahirkan perbuatan manusia pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang
dimiliki oleh setiap manusia, yaitu :
1)
Tabiat(pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh
lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri(gharizah) dan factor warisan
sifat-sifat dari orang tuanya atau nenek moyangnya.
2)
Akal pikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia
setelah melihat sesuatu, mendengarkanya, merasakan serta merabanya. Alat
kejiwan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata)
3)
Hati nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya berpengaruh oleh alat kejiwaan
yang dapat menilai hal-hal yang sifatnya absrak (yang batin) karena dorongan
ini mendapatkan keterangan(ilham) dari Allah swt.
Sedangkan definisi ilmu akhlak dapat
dikemukakan disini adalah ilmu yang mempelajari keutamaan-keutamaan dan cara
melaksanakan/mencapainya dan kekejian-kekejian dan cara mengosongkan jiwa
darinya.
Dengan demikian, yang dimaksud
dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang mempelajari sifat/perbuatan/amalan/prilaku
yang menghasilkan keutamaandan kemuliaan serta cara-cara yang harus ditempuh
untuk menncapainya, disamping itu, ia juga mempelajari
sifat/perbuatan/amalan/prilaku yang mengakibatkan kehinaan dan kerendahan.
Dalam banyak riwayat disebutkan
bahwa, ketinggian dan keluhuran akhlak
sangat menentukan derajat manusia, baik dihadapan Allah maupun dihadapan
sesama manusia. Karena akhlak dapat menjadikan seseorang dapat melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang dapat menjadi tanggung jawab sebagai seorang muslim.
B.
Objek Kajian
Ilmu Akhlak
Objek kajian yang dibahas dalam ilmu
akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya
ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dengan demikian obyek pembahasan
ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang.
Berkaitan
dengan perilaku manusia, maka ilmu
akhlak memberikan pembelajaran bagaimana manusia berperilaku dan bertindak
sehingga ia dapat memperoleh perilaku dan tindakan yang sesuai dengan aturan
Allah. Sedangkan berkaitan dengan sifat dan karakter, ilmu akhlak memberikan
pembelajaran bagaimana menjadikan sifat dan karakter tersebut tertanam dengan
kuat dijiwa seseorang. Proses pembentukan dan penanaman karakter itu dapat
melalui pembiasaan latihan, dan keteladanan.
Secara garis
besar akhlak dibagi menjadi tiga bagian :
1.
Akhak yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan Allah.
2.
Akhlak yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan manusia yang lain.
3.
Akhlak yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lingkungan sekitar.
Pembahasan
dan penjelasan mengenai perbuatan, prilaku, sifat, dan karakter yang harus
dimiliki dan atau dihindari dinukilkan/disarikan dari ajaran-ajaran al-Qur’an
dan al-Hadits Rasulullah SAW.
Dengan demikian,
pembahasan dalam ilmu akhlak sebenarnya
sangat luas, mengingat cakupannya yang meliputi semua gerak-gerik, prilaku, dan
perbuaatan manusia dalam hubungannya dengan seluruh pihak-pihak diluar dirinya
yang didasarkan kepada ajaran-aajaran al-Qur’an dan al-Hadits.
Hubungan
manusia dengan Allah – sebagai Tuhannya—maka dapat di break down sebagai
berikut :
1.
Keyakinan yang benar kepada Allah.
Keyakinan kepada Allah adalah ajaran-ajaran di ilmu akhlak yang berkaitan
dengan bagaimana seorang mempunyai keyakinan/kepercayaan yang benar sesuai
dengan ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Hadits. Diantara ajaran-ajaran tersebut
diatas adalah :
a)
Anjuran hanya bertuhan kepada Allah
(tauhid) dan larangan keyakinan mempersekutukan Allah (syirik). Keyakinan akan
ke-Esa-an Allah adalah keyakinan yang paling utama dalam ajaran islam, sehingga
ini dapat penekanan yang sangat kuat dalam kedua sumber ajaran tersebut.
Keyakinan inilah yang membedakan islam sebagai agama tauhid (monotheisme)
dengan agama diluar islam.
b)
Anjuran dan ajaran tentang untuk
menjauhi perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada murtad, yang
mengakibatkan seorang muslim keluar dari agamanya, seperti meragukan kebenaran
adanya Allah, meragukan kebenaran risalah Rasulullah saw, meragukan adanya hari
kiamat, meragukan kebenaran al-Qur’an dan lain-lain. Termasuk keyakinan yang
mendustakan kebenaran syariat shalat, puasa, zakat, dan haji.
c)
Beribadah kepada Allah, yang terdiri
dari ibadah yang telah diatur tata cara pelaksanaannya (mahdah), dan ibadah
yaang berkaitan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah (ghairu mahdah).
2.
Beribadah dan mengabdi kepada Allah
dalam semua aktivitas kehidupannya.
3.
Keyakinan bahwa Allah mempunyai
sifat yang baik (dalam al asmaul husna).
Selain itu, untuk menilai apakah perbuatan/akhlak itu
baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yang baik atau buruk menurut siapa,
dan apa ukurannya. Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi
empat macam, yaitu:
- Keburukan akhlak yang timbul karena
ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya
disebut al-jahil.
- Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia
tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya,
sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu.
- Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang,
karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah
yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-dhollu
al-fasiq.
- Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap
masyarakat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran
bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan
yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil
al-dhollu al-fasiq al-syarir.
Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan
ketiga masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali
tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk
memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum.
Sebab kalu dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang
mengorbankan orang banyak.
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk
memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat,
bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta
menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak,
sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk.
C.
Manfaat
Mempelajari Ilmu Akhlak
Telah
disebutkan dalam pembahasan terdahulu, bahwa akhlak merupakan salah satu
indikator ketinggian derajat seseorang baik dalam penilaian Allah dan penilaian
manusia, karena dengan menggunakan akhlak maka seseorang akan menjaga diri
untuk selalu dalam hubungan yang baik kepada Allah dan sesama makhluknya.
Disinilah secara garis besar manfaat seseorang memiliki akhlak yang mulia.
Sebelum
mempelajari manfaat mempelajari ilmu akhlak, maka terlebih dahulu perlu
dijelaskantujuan ilmu akhlak yang menurut Ahmad Amin adalah sebagai berikut :
“Tujuan
mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya
menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan yang baik dan
sebagian perbuataan lainnya yang buruk. Bersikap adil merupakan sifat yang
baik, sedangkan berbuat dzalim termasuk perbuatan yang buruk, membayar hutaang
kepada pemiliknya termasuk sikap yang baik dan mengingkari perbuatan termasuk
sikap yang buruk”.
Senada
dengan Ahmad Amin, Mustafa Zahri menyatakan tujuan pembelajaran akhlak adalah
untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga
hati mennjadi suci, bersih, bening seperti cermin.
Berdasarkan
rumusan tujuan pembelajaran akhlak sebagaimana diatas maka dapat dikemukakan
manfaat dalam mempelajari ilmu akhlak :
1.
Seseorang dapat membedakan
hal/perilaku dan perbuatan yang baik dan dalam kehidupan sehari-hari,
sebagaimana yang ditentukan dalam sumber ilmu akhlak adalah Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Seluruh ajaran baik yang dianjurkan maupun yang dilarang untuk
dikerjakan, banyak diambil dari kedua sumber ajaran islam tersebut. Dalam
pembahasan-pembahasan tentang akhlak selalu dijelaskan perbuatan/prilaku yang diperintahkan dan mana perbuatan yang
dilarang. Dengan demikian ilmu akhlak dapat menjadi pegangan dan pedoman
sehinggga seorang dapat memilah dan memilih perbuatan-perbuatannya. Dengan
anggapan yang demikian seseorang yang mempelajari ilmu akhlak, dapat
menuntunnya kearah perbuatan/sifat dan karakter yang sesuai dengan ajaran
Allah, serta menghindar dari larangan-larangan Allah SWT.
2.
Selalu dalam posisi dekat dengan
Allah dan sesama manusia.
Manfaat lain
dari pembelajaran ilmu akhlak adalah memberikan pengetahuan, pemahaman, dan
pengalaman untuk mencapai kedekatan dengan Allah. Upaya pendekatan diri seorang
hamba dengan sang Pencipta dilakukan melalui pengalaman ajaran-ajaran akhlak
dengan istiqomah melaksanakan serangkaian amal sholeh sebagai wasilah menuju
Allah. Wasilah itu dapat berupa shalat lima waktu, shalat sunnat (tahajjud,
dhuha, witir, dan lain-lain), dzikir, puasa wajib dan sunnat, zakat, shadaqah,
haji, umrah, dan semua amalan yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada
Allah. Dengan menjalankan semua bentuk peribadatan itu seorang akan merasakan
nikmat dan anugerah dari Allah, yang pada level tertinggi, yaitu merasa dekat
kepada Alllah, yang pada akhirnya mencapai tingkatan mahabbah dan ma’rifat
kepada Allah.
3.
Memperkuat dan memperbaiki hidupdan
ibadahnya.
Seseorang
yang memiliki akhlak yang baik/mulia, maka ia akan mendapat kemudahan-kemudahan
dalam menjalani kehidupnya. Ini dapat dilakukan karena ia dapat menjadi teman
dan sahabat bagi siapa saja melalui kelembutan dan ketinggian kepribadian yang
ia miliki. Demikian juga ketika ia dapat menghiasi dengan akhlak yang mulia
maka ia dapat meninngkatkan kualitas ibadah, karena pada hakikatnya akhlak
dapat membawa kekhusyukan, keikhlasan dan kepasrahan, tawadlu, berbaik sangka
dan ketergantungan hanya kepada Allah. Semua sikap dan pola pikir diatas akan
memberikan makna yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga akan meningkatkan
kuualitas ibadahnya juga meningkat lebih baik.
4.
Menjadi manusia yang sempurna (insan
kamil).
Ketika
seorang muslim selalu berusaha untuk
mmenghiasi diri dengan akhak-akhlak yang terpuji (al akhlak al mahmudah) dan
mengosongkan diri dengan akhlak yang tercela (al akhlak al madmumah), maka ia
akan mencapai tingkatan tajalli, yaitu terpencarnya cahaya Ilahi sehingga ia
akan menjadi manusia yang sempurna (insan kamil). Derajat insan kamil hanya
akan dicapai oleh pribadi-pribadi agung yang dapat menampilkan keluhuran dan
kemuliaan akhlak dalam semua segi kehidupannya seperti yang dicapai oleh
Rasulullah Muhammad SAW.
Jika tujuan ilmu
akhlak tersebut tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin yang yang
pada gilirannya melahirkan perbuatan terpuji. Dengan perbuatan terpuji ini,
akan lahirlah keadaan masyarakat yang damai, sejahtera, harmoni lahir dan
batin, yang memungkinkan ia dapat beraktifitas guna mencapai kebahagiaan hidup
didunia dan juga di akhirat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu Akhlak adalah ilmu yang
mempelajari sifat/perbuatan/amalan/prilaku yang menghasilkan keutamaandan
kemuliaan serta cara-cara yang harus ditempuh untuk menncapainya, disamping
itu, ia juga mempelajari sifat/perbuatan/amalan/prilaku yang mengakibatkan kehinaan
dan kerendahan. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa, ketinggian dan keluhuran
akhlak sangat menentukan derajat
manusia, baik dihadapan Allah maupun dihadapan sesama manusia. Karena akhlak
dapat menjadikan seseorang dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dapat
menjadi tanggung jawab sebagai seorang muslim.
Objek kajian yang dibahas dalam ilmu
akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya
ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dengan demikian obyek pembahasan
ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang.
Berkaitan
dengan perilaku manusia, maka ilmu
akhlak memberikan pembelajaran bagaimana manusia berperilaku dan bertindak
sehingga ia dapat memperoleh perilaku dan tindakan yang sesuai dengan aturan
Allah. Sedangkan berkaitan dengan sifat dan karakter, ilmu akhlak memberikan
pembelajaran bagaimana menjadikan sifat dan karakter tersebut tertanam dengan
kuat dijiwa seseorang. Proses pembentukan dan penanaman karakter itu dapat
melalui pembiasaan latihan, dan keteladanan.
akhlak
merupakan salah satu indikator ketinggian derajat seseorang baik dalam
penilaian Allah dan penilaian manusia, karena dengan menggunakan akhlak maka
seseorang akan menjaga diri untuk selalu dalam hubungan yang baik kepada Allah
dan sesama makhluknya. Disinilah secara garis besar manfaat seseorang memiliki
akhlak yang mulia.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini maupun
dalam penyajiannya kami selaku manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan
oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran khususnya dari Dosen
Pembimbing Bapak Drs. Zainol Hasan M.Ag yang bersifat membantu dan membangun
agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H.
Mohammad Muchlis Solichin, M.Ag, Akhlak dan Tasawuf. Surabaya: Pena
Salsabila, 2014.
http://www.perkuliahan.com/makalah-pendidikan-ilmu-akhlak/
http://iingwelano.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html
https://versioncom.wordpress.com/2014/07/10/pengertian-ruang-lingkung-manfaat-ilmu-akhlak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar